Habanusantara.net, Banda Aceh, Terkait permintaan penghentian kelanjutan pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Gampong Pande, Wakil Ketua Komisi III menyarankan yayasan Darud Donya menunjukkan hasil penelitian terhadap keberadaan situs-situs sejarah itu kepada pemerintah.
"Saya sarankan Ketua Yayasan Darud Donya untuk menunjukkan hasil penelitiannya terhadap situs-situs di Gampong Pande itu kepada Pemerintahan Kota Banda Aceh sebagai bahan pertimbangan pemerintahan untuk mengambil kebijakan," kata Ismawardi, Wakil Ketua Komisi III DPRK Banda Aceh, menanggapi surat permintaan penghentian pembangunan IPAL dari yayasan Darud Donya, Kamis (15/4/2021).
Anggota Fraksi Pantai Amanat Nasional (PAN) itu menyebutkan, untuk penghentian pembangunan IPAL gampong Pande itu, pemerintah pasti akan meng akomodir apabila ada fakta dan hasil penelitian yang meyakinkan untuk dihentikan. karena itu, kata Ismawardi, jangan berbicara tanpa ada fakta.
Dikatakannya, Pemerintah Kota Banda Aceh pada tanggal 16 Fenruari 2021 lalu kembali melanjutkan pembangunan proyek IPAL di Gampong Pande yang sempat terhenti karena banyak ditemukan situs bersejarah seperti nisan makam raja dan ulama Aceh.
Kelanjutan pembangunan Proyek IPAL Gampong Pande itu dilanjutkan setelah mendapatkan kesepakatan bersama.
“Langkah itu diambil cukup sangat hati-hati. Dengan melibatkan semua elemen dari pemerintahan, para warga, Tim Arkeologi, TACB (Tim Ahli Cagar Budaya), BPCB (Badan Pelestarian Cagar Budaya) Aceh, Keuchik Gampong Pande Amiruddin, Pewaris Kerajaan dan para tokoh masyarakat,” kata Ismawardi.
Ia juga menyatakan, bahwa lanjutan proyek IPAL itu disepakati bersama dan bersyarat, “ada musyawarah yang selalu kita gelar, dengan melibatkan semua elemen guna mengambil keputusan.”
Hasil penelitian dari Yayasan Warisan Aceh Nusantara (WANSA) yang di ketuai Dr. Husaini Ibrahim MA dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan secara bersama untuk kelanjutan pelaksanaan pekerjaan IPAL di gampong Jawa. WANSA melakukan pemetaan Zonasi terhadap situs-situs bersejarah yang terdapat di Gampong Pande dan Gampong Jawa.
Sejarawan dan Arkeolog Aceh Husaini Ibrahim mengatakan bahwa bangunan proyek IPAL di Gampong Pande Kota Banda Aceh tidak dibangun pada zona inti pertama situs sejarah, melainkan di zona kedua.
"Jadi itu masuk zona inti dua, bukan zona inti satu. Kalau zona inti satu masih luas termasuk rawa-rawa di kawasan tambak itu," kata Husaini Ibrahim yang dikutip dari Aceh.antaranews.com
Husaini menjelaskan zona inti sejarah itu terbagi dua, dan berdasarkan hasil penelitian pihaknya di kawasan tersebut terdapat zona inti satu dengan luasan sampai ratusan hektare.
Namun pembangunan IPAL tidak berada pada zona inti satu, tetapi di kawasan zona dua. Artinya tidak terlalu banyak ditemukan situs sejarahnya.
"Di situ ada zona inti dua, memang ada ditemukan batu nisan, tapi sudah diperlakukan secara baik. Jadi tidak semua tempat tidak boleh dilakukan pembangunan," ujarnya.
Husaini menyampaikan pada tempat tertentu ada yang dibolehkan untuk membangun seperti di kawasan zona penyangga, pengembangan dan pemanfaatan, dengan syarat menyelamatkan sejarahnya.
Ia menuturkan selama ini orang-orang menganggap proyek IPAL tersebut seolah-olah merusak situs sejarah, padahal sebenarnya tidak demikian.
Menurut Husaini proyek pemerintah tersebut sebagai kebutuhan masyarakat agar dapat menikmati kebersihan kota. Banyak yang menentang selama ini hanya karena faktor jenis bangunannya saja.
"Karena dianggap itu IPAL, maka banyak orang yang menentang, nah saya melihat ini informasinya tidak seimbang," kata dosen sejarah di Universitas Syiah Kuala (USK) itu.
Husaini juga menyarankan agar semua pihak harus kembali bermusyawarah bersama guna melihat area mana saja situs sejarah yang rusak dan tidak, serta bagaimana perlakukan yang sebaiknya (Ismail)