-->

Notification

×

Iklan

Iklan

ARTI DARI SETIAP PROSESI PERNIKAHAN ADAT ACEH

14 April 2021 | April 14, 2021 WIB | Last Updated 2021-04-25T18:25:29Z

  



Indonesia adalah negara budaya, dengan keaneka ragaman budaya dari setiap daerah, tidak heran jika negara ini juga mempunyai beragam adat istiadat yang masih dilestarikan hingga saat ini. Adat istiadat dilakukan sesuai dengan kebiasaan masyarakat sekitar, dan dari sini lah kekayaan indonesia semakin terasa. Setiap suku mempunyai adat dan tradisi yang berbeda. Secara umum, adat  istiadat merupakan sikap  serta kelakuan seseorang yang telah diikuti oleh orang lain dalam suatu jangka waktu yang cukup lama. Adat istiadat idealnya mampu mencerminkan jiwa dan kepribadian suatu masyarakat.  Dengan banyaknya budaya di negri ini, terdapat pula tradisi perkawinan yang beragam. Orang-orang dari seluruh indonesia.


Seperti orang jawa dan Aceh memiliki tradisi yang berbeda.  Aceh adalah salah satu daerah di indonesia yang kaya akan perpaduan budaya, mulai dari campuran budaya Arab, Eropa, Tionghoa serta Hindia. Salah satu yang masih dipertahankan dan dijunjung tinggi adalah budaya pada prosesi pernikahan adat Aceh. Namun sangat disayangkan, ternyata anak-anak muda jaman sekarang ada yang tidak tau arti-arti dari setiap prosesi pernikahan adat aceh ini, bahkan tidak hanya anak muda  saja, orang tuapun sebahagian ada yang tidak tau artinya. Inilah beberapa prosesi pernikahan adat aceh.


1.     Jak ba ranub

Gambar Ilustrasi


Adalah prosesi awal pernikahan yang bertujuab untuk meminang dan mendapat kesepakatan kedua pihak keluarga, jak ba ranub (lamaran) dimulai ketika pihak mempelai pria mengatakan maksud ke kediaman mempelai wanita dengan membawa seserahan berupa sirih, kue dll. Pada prosesi ini pihak keluarga wanita diberi kesempatan untuk mempertimbangkan dan menjawab, jika sudah sepakat dilanjutkan dengan jak ba tanda. Jak ba tanda ( tunangan ) adalah kelanjutan pinangan yang ditandai dengan pihak mempelai pria berkunjung lagi kerumah calon pengantin wanita untuk membahas pernikahan. Pada prosesi ini ditentukan jumlah mahar serta jumlah tamu undangan. Selain itu, mempelai pria membawa makanan khas Aceh serta seserahan seperti beleukat kuneeng dengan tumphou, aneka buah-buahan, seperangkat pakaian wanita, dan perhiasan sesuai kemampuan keluarga pria.

 

2.     Peuneuwoe  (Hantaran)


Gambar Ilustrasi


Peuneuwoe dalam khasanah budaya aceh kurang lebih bisa diartikan sebagai hantaran mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan. Isian peuneuwoe bisa beraneka ragam, mulai dari bahan baju yang umumnya dikenal dengan salinan. Isian peuneuwoe juga bisa kain sarung, kain batik panjang, al-Quran, mukena, sajadah, pakaian, dan buah-buahan. Bisa juga berisi perlengkapan pakaian, sepatu, alat-alat kosmetik yang terdiri dari bedak, lipstick, sabun, lulur, dan lain lain. Ada juga peuneuwoe dalam yang berupa aneka kue, biasanya dalam bahasa Aceh disebut dengan sebutan dodoi, meuseukat, wajeb, keukarah, bhoi, dan berbagai jenis kue lainnya. Barang-barang tersebut dibawa oleh rombongan pengatin laki-laki ke rumah pengantin perempuan untuk diserahkan pada acara walimatul urusy (pesta perkawinan) di kediaman pengantin perempuan. Menariknya, kue yang diberikan dan dibawa saat acara resepsi penikahan yang dilakukan oleh pihak mempelai laki-laki disajikan dan dibungkus dengan bentuk/bungkusan yang sangat menarik dan unik, yaitu dalueng (penutup khas adat) yang dihias dengan sangat cantik. Peuneuwoe seringkali juga dipakai sebagai pengukur derajat atau strata sosial seseorang, keluarga, kaum ataupun keturunan. Semakin banyak peuneuwoe yang dibawa, mencerminkan kelas dan tingginya derajat dari keluarga tersebut. semua bahan yang akan dibawa dalam peuneuwoe diletakkan dalam talam, setelah ditata terlebih dahulu, dihias dan diberi pernak-pernik untuk memperindah. Bahan peuneuwoe tersebut diletakkan dalam talam, kemudian ditutup dengan dalueng (penutup khas adat), setelah itu baru dibungkus dengan kain berwarna kunyit, dan di atasnya diletakkan sulaman khas dari daerah setempat. Dalam tradisi intat lintoe, prosesi peuneuwoe menjadi sangat sakral karena berada di barisan paling depan dari serangkaian rombongan pengantar dan calon mempelai laki-laki. Setelah berada di gerbang rumah atau di tempat mempelai wanita, akan ada rombongan dari tuan rumah yang menyambut iringan-iringan peuneuwoe, sekaligus diletakkan di tempat tertentu dan semua tamu yang datang dapat melihat. Baru kemudian pada malam hari, biasanya keluarga mempelai wanita (dara baroe) akan mengundang kerabat yang hadir dan membantu prosesi acara pernikahan, untuk melihat isi dari peuneuwoe tersebut.

 

3.     Malam inai


Gambar : Ilustrasi


Adalah upacara menjelang pesta pernikahan yang terdiri dari upacara peusijuk ( tepung tawar ) calon dara baru dan peusijuk gaca, serta bate mupeh (batu giling) yang berarti menerima restu serta mengharapkan keselamatan atas segala peristiwa yang akan terjadi pada Allah SWT. Malam boh gaca atau malam berinai, dimana tangan dan kaki mempelai wanita diberi gambar ukiran menggunakan henna atau inai. Bagian kuku juga diwarnai dengan sari daun pacar. Tradisi ini digelar dikediaman dara baro ( sebutan bagi mempelai wanita aceh ) sebelum akad nikah. Orang-orang aceh zaman dahulu menggelar malam Boh Gaca 3-7 hari jelang acara pernikahan. Malam boh gaca dihadiri oleh kerabat dekat dara baro, terutama saudara-saudara tua. Tradisi ini sekaligus dijadikan momen meminta doa restu agar kelak pernikahan dara baro berlangsung lancar. Pada mulanya, malam boh gaca juga digunakan sebagai bentuk undangan atau mengumumkan kabar bahagia pada keluarga besar bahwa akan diselenggarakan pesta pernikahan. Keluarga dari ayah dan ibu dara baro berkumpul untuk mempererat tali silaturahmi. Saudara tua yang hadir di malam boh gaca juga memberikan nasihat tentang pernikahan dan kehidupan rumah tangga kepada dara baro. Mereka yang sudah lebih dulu membina keluarga membagikan sedikit nasihat dan pengalamannya sebagai bekal mempelai.  Jika mengikuti aturan aslinya, Dara baro dilarang keluar rumah atau bertemu dengan linto baro ( mempelai pria ) selama beberapa hari. Malam boh gaca hanya berlaku untuk wanita yang akan menikah untuk pertama kalinya. Tradisi ini sekaligus menegaskan status mempelai wanita dimasyarakat dan keluarga besar kedua belah pihak. Begitu pun halnya dengan Desa Labuhan keude, kecamatan sungai raya, kabupaten Aceh Timur. Labuhan keude merupakan salah satu  kelurahan yang ada  di kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Aceh Timur, provinsi Aceh. Labuhan keude terdiri dari 5 Dusun , yaitu:  Dusun keude, Dusun Mesjid, Dusun sepakat, Dusun setia dan Dusun Simpang Dama. Masyarakat  yang ada di desa labuhan keude pun beragam, ada yang berasal dari suku jawa, Batak dll. Adat istiadat dalam pernikahannya pun sama dengan adat aceh pada umumnya, namun ada beberapa masyarakat yang mencampurkan adat aceh dengan adat lainnya seperti adat  jawa. Dalam adat jawa ada prosesi sikepan sindur atau gendongan.

 

4.     Sikepan Sindur/Gendongan

Aceh merupakan provinsi dengan etnik heterogen. Sehingga penduduk Aceh bervariasi antara satu kabupaten dengan kabupaten lainnya. Heterogenitas inilah yang membuat hukum adatnya juga beragam. Hukum adat tersebut bisa berasal turun temurun di suatu daerah, atau bisa saja hukum adat yang bersifat impor dari provinsi lainnya. Hukum adat impor ini biasanya dibawa oleh pendatang, yang telah menetap lama di provinsi Aceh, seperti hukum adat sikepan sindur. Sikepan sindur adalah sebuah tradisi yang dilakukan pada saat upacara pernikahan oleh masyarakat suku Jawa. Sikepan sindur adalah sebuah ritual pada saat resepsi pernikahan yang dilakukan oleh kedua pengantin yang dipimpin oleh dukun manten. sikepan sindur ini lebih dikenal dengan sebutan gendongan, dalam prosesi ritualnya pada saat resepsi pernikahan, ketika kedua pengantin sudah dipertemukan, dukun manten membawa kain panjang yang dibentangkan di belakang badan kedua pengantin, kemudian dukun manten membawa mereka dengan menggunakan kain panjang itu dan berjalan pelan-pelan menuju kepada kedua orang tua pengantin untuk memohon doa restu. Dalam segi arti atau makna yang terkandung dalam sikepan sindur/gendongan ini, masyarakat suka Jawa  meyakini bahwa sikepan sindur/gendongan ini mempunyai makna pantang menyerah atau pantang mundur. Maksudnya pengantin siap menghadapi tantangan hidup dengan semangat. Kemudian dengan melakukan sikepan sindur/gendongan dalam upacara pernikahan, masyarakat juga meyakini bisa terjalin cinta kasih sayang antara kedua mempelai. Kemudian agar mengingatkan kita dalam suatu perkawinan antara laki-laki dan perempuan timbul rasa keakraban di dalam keluarga. Inilah beberapa prosesi pernikahan adat aceh beserta makna dari setiap prosesinya, Masih banyak lagi prosesi pernikahan adat aceh lainnya.

 
Nama : Yovi Monika 
Satatus : Mahasiswa IAIN langsa, fakultas Ftik, prodi pendidikan B. Inggris. 


close