-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Buka FGD Implementasi Ekonomi Syariah di Aceh, ini yang Disampaikan Aminullah

15 Oktober 2020 | Oktober 15, 2020 WIB | Last Updated 2020-10-15T14:24:41Z



Habanusantara.net, Banda Aceh – Wali Kota Banda Aceh yang juga Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Provinsi Aceh, H Aminullah Usman SE Ak MM membuka secara resmi Fokus Group Discussion (FGD) yang mengangkat tema ‘Peluang dan Tantangan Inplementasi Qanun Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Aceh’, Kamis (15/10/2020) di Aula Lantai IV Gedung Mawardy Nurdin Balai Kota Banda Aceh.






FGD yang digelar MES Aceh ini menghadirkan tiga pemateri yakni para pakar ekonomi syariah, guru besar UIN Ar-Raniry, Prof Dr Syahrizal Abbas MA, mantan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Ar-Raniry, Prof Dr Nazaruddin A Wahid MA dan Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) yang juga mantan Rektor UIN Ar-Raniry, Prof Dr Farid Wajdi.





Saat membuka FGD ini, Aminullah menyampaikan apresiasi dan terimakasih kepada seluruh anggota MES yang telah bekerja keras hingga FGD berhasil diselenggarakan.





Kata mantan Dirut Bank Aceh ini, FGD yang digelar MES dengan menghadirkan sejumlah pakar ekonomi syariah menjadi penting dalam melahirkan poin-poin untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi dalam implementasi Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah.






“Ada beberapa pendapat yang mengatakan ada peluang Lembaga Keuangan Konvensional bisa hadir dari Qanun ini. Ini yang kemudian perlu kita luruskan kepada masyarakat, dari pandangan para pakar ekonomi syariah di FGD ini,” kata Aminullah.





Lanjutnya, sebagai organisasi yang sangat konsen terhadap berjalannya sistem ekonomi Islam di Bumi Aceh, MES memiliki kewajiban memberikan pemahaman menyeluruh, baik kepada masyarakat maupun praktisi, dalam hal ini industri jasa keuangan seperti perbankan, koperasi, asuransi dan lainnya.






“Inilah tujuan utama FGD ini, kita undang para pakar kemudian kita diskusi apa saja tantangan dan pemecahan masalahnya. Rekomendasi yang dilahirkan kemudian kita sampaikan ke pemerintah dan industri jasa keuangan, serta disosialisasikan secara masif kepada seluruh masyarakat Aceh,” kata Wali Kota Banda Aceh ini.





Laporan Ketua Panitia, Tgk Tarmizi Daud, FGD ini dihadiri 25 peserta, terdiri dari unsur Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa keuangan, perwakilan pimpinan perbankan/LKS, perwakilan pengusaha, pengamat ekonomi, MPU Kota Banda Aceh, perwakilan Imuem Mukim dan Asosiasi Keuchik






Kota Banda Aceh serta perwakilan pers. Hadir juga Sekum MES Aceh, Sugito SE ME yang juga Dirut Bank Hikmah Wakilah dan ikut memberikan masukan-masukannya pada FGD ini.





Kata Tgk Tarmizi, tujuan FGD ini digelar untuk memetakan permasalahan dan tantangan dalam pelaksanaan sistem keuangan Syariah dalam dunia perbankan di Aceh.





Kemudian, terumuskannya pokok-pokok pikiran dan langkah-langkah kerja strategis dalam memajukan perbankan syariah dan LKS lainnya di Aceh serta dapat merumuskan kesimpulan dan rekomendasi bersama untuk ditindaklanjuti oleh para pihak terkait yang terukur dan terstruktur dalam rangka mencapai kemajuan dan perkembangan sistem keuangan syariah dan LKS lainnya di Aceh.





Dalam kesempatan ini, Prof Syahrizal Abbas lebih banyak mengulas materi dari sisi yuridis. Kata Prof Syahrizal, tinjauan sisi hukum, secara regulatif Aceh memiliki kewenangan yang luas dan besar.





Katanya, Qanun LKS adalah amanat UUPA.






“Undang-undang memberi amanat, salah-satunya implementasi syariat Islam. Itu sudah pasti (clear), dan diatur dalam Undang-Undang nasional,” ujar Prof Syahrizal.





Lanjutnya, secara tidak langsung, berdasarkan undang-undang semua sisi harus sesuai syariat, termasuk muamala, selain aqidah dan fiqih.






Kemudian Prof Nazaruddin mengulas dari sisi konsep dan teknis pelaksanaannya. Ia juga menyinggung soal kemungkinan perbankan bisa menyediakan dua pilihan kepada masyarakat, ikut sistem konvensional atau syariah.





Menyikapi isu ini Prof Nazaruddin dengan tegas mengatakan tidak bisa dijalankan di Aceh. Katanya di Indonesia tidak ada regulasi yang mengatur tentang itu.






“Tidak bisa (Perbankan beri layanan konvensional dan syariah dalam satu kantor), belum ada undang-undang yang mengatur itu di Indonesia,” tegas mantan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Ar-Raniry ini. 





Terkait sikap pesimis yang digaungkan, jika LKS akan menghambat investasi, Prof Nazaruddin mengatakan tidak ada literatur yang menyebutkan syariat Islam penghambat masuknya investor.





Sementara Prof Farid Wajdi membahas dari sisi sosialogis dan kearifan lokal. Menurut Prof Farid, dalam Qanun Nomor 11 Tahun 2018 ini telah merangkum tiga sisi tersebut. 





Katanya, secara sosiologis masyarakat Aceh sangat mendukung, cuma dalam prakteknya masih belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan Qanun LKS.






“Solusinya harus dilaksanakan sepenuhnya mulai produk hingga pelayanan sehingga tidak berbenturan dengan pemahaman masyarakat” ujar Prof Farid Wajdi.





Tidak lupa ia juga menyarankan agar lembaga keuangan konvensional mesti dirangkul.





Dari FGD ini kemudian lahir sejumlah rekomendasi, diantaranya:





* Perlu evaluasi kinerja Lembaga Keuangan Syariah (LKS), baik bank dan non bank






* Intesifkan sosialisasi Qanun LKS bagi seluruh elemen masyarakat secara berkelanjutan






* Perlunya dukungan Organisasi Masyarakat (Ormas), Organisasi Kepemudaan (OKP), dan lembaga non pemerintah lainnya dalam menyukseskan Qanun LKS






* Adanya peran dan dukungan penuh pemerintah dalam menyuseskan Qanun LKS






* Perlunya Peraturan Gubernur (Pergub) sebagai aturan pelaksana






* Keterlibatan dunia pendidikan untuk memperkenalkan konsep syariah dan model aplikasinya dalam aktifitas ekonomi masyarakat






* Peran mukim dan gampong dalam meningkatkan pemahaman masyarakat agar terbiasa dengan ekonomi syariah.[]


close