-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Ketua Banleg Heri Julius Pimpin dan Bahas Raqan Cagar Budaya

28 September 2020 | September 28, 2020 WIB | Last Updated 2020-10-04T14:43:17Z

 

Habanusantara.net- Banda Aceh- Badan legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, membahas tentang rancangan qanun (raqan) cagar budaya, diruangan pertemuan rapat Banleg, DPRK Banda Aceh, Senin, (28/9/2020)

Pembahasan tersebut dipimpin langsung ketua Banleg, H Heri Julius, S.Sos, MM, dihadiri seluruh struktur Banleg, dan pejabat stakeholder terkait diberbagai instansi, yakni dinas Pendidikan, dinas Kebudayaan dan Pariwisata, dinas Arsip dan Purbakala, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, serta tokoh sejarahwan dan tim ahli dari akademisi.

Dalam rapat tersebut diambil kesimpulan bahwa raqan tentang cagar budaya tersebut diupayakan semaksimal mungkin rampung pada tahun 2020 ini.

"Pembahasan  raqan cagar budaya bersama sama kita bahas hari ini dan pada prinsipnya berupaya dapat kita selesaikan di tahun ini," terangnya.

Heri Julius, mengatakan bahwa qanun cagar budaya ini sangat penting karena sangat dibutuhkan oleh Kota Banda Aceh.

Menurutnya, dengan adanya qanun cagar budaya nantinya, akan menambah destinasi Kota Banda Aceh dari manca negara

Dikatakan Heri, bicara cagar budaya merupakan aset bagi Kota Banda Aceh, seperti kota - kota lainnya.

"Banda Aceh bukan kota industri yang memiliki banyak pabrik- pabrik. Artinya dengan adanya cagar budaya sebagai nilai investasi bagi kota Banda Aceh,"paparnya.

Jika dilihat dari sejarah dimasa-masa kerajaan Iskandar Muda, terdahulu dan bisa kita menjadikannya sebagai aset dan modal bagi Kota Banda Aceh.

"Mudah mudahan dengan adanya qanun cagar budaya, situs-situs sejarah itu dapat terawat dan terlindungi dan dilakukan pengembangan sebagaimana yang kita harapkan," tuturnya.

Dikatakan Heri,  pembahasan Raqan ini sudah dilakukan pada tahun lalu, artinya disini kita hanya melanjutkan dan telah menjadikannya sebagai qanun inisiatif DPRK Banda Aceh.

Khususnya, Banleg DPRK Banda Aceh berupaya semaksimal mungkin dengan mengundang stackeholder, tokoh sejarahwan, serta para ahli dari akademisi agar Raqan tersebut bisa terselesaikan.

Meskipun jadwal kami di DPRK begitu padat,  mengingat beberapa bulan lagi, namun kita tetap berupaya semaksimal mungkin agar qanun tersebut bisa rampung.

"Dan Insya Allah qanun cagar budaya ini bisa terselesaikan di akhir  tahun ini," harapnya.


Selanjutnya, asisten I, bidang pemerintahan dan kesejahteraan rakyat (kesra) Kota Banda Aceh, Faisal, S.STP, mengatakan cagar budaya sangat urgen dan dibutuhkan, dimana Banda Aceh kota sangat tua dan  banyak sekali terdapat cagar budaya yang tidak terawat dan terbengkalai

Ia berharap qanun cagar budaya tahun ini bisa rampung terselesaikan sebagai landasan hukum untuk dirawat, dilindungi, dan dijaga kelestariannya serta mencegah agar situs situs lain tidak hilang.

Menurutnya dengan adanya qanun tersebut situs- situs sejarah di kota Banda Aceh bisa terjaga dan terawat dengan baik.

"Jadi dengan qanun,lah sangat tepat dan sangat urgen untuk segera diselesaikan," tambah Faisal.

Apalagi Banda Aceh termasuk salah satu diantara tiga kota di Indonesia, sebagai jaringan kota pusaka.

Maka sangat ironis rasanya, kota Banda Aceh yang merupakan salah satu diantara tiga kota pusaka yang menginisiasi terbentuknya jaringan kota pusaka di Indonesia malah tidak memiliki qanun yang memperkuat bagaimana situs situs itu tidak hilang.

Menurut Faisal,  dengan adanya qanun ini nantinya meskipun sudah telat, Insya Allah qanun ini bisa terselesaikan agar situs-situs yang ada di Banda Aceh, khususnya bisa kita tata satu persatu sesuai bentuk dan zonasi zonasi cagar budaya yang ada.

"Dan hal itu nantinya kita serahkan pada dinas - dinas terkait yang menangani hal dimaksud bersama tim ahli yang membahasnya,"

Faisal berharap, mudah mudahan rancangan qanun tentang cagar budaya ini agar cepat terselesaikan.

Selanjutnya dikatakan Faisal, terkait rumusan qanun ini tidak ada kendala, hanya saja mungkin bagaimana menetapkan situs situs yang ada.

"Karena situs - situs tersebut sudah tua, kita tidak punya alat untuk memproses sejarah situs-situs itu," paparnya.

Ia mencotohkan gampong Pande, yang hanya kita temukan nisan - nisan saja, apakah benar dibawah nisan - nisan tersebut ada makam, maka butuhlah kajian - kajian dari berbagai para ahli tehnis bersama tim tim lainnya, untuk mengkaji secara dalam benarkah wilayah tersebut  tempat makam kerajaan dulu.

"Maka untuk itu dibutuhkan kajian - kajian yang lebih mendalam bahwa benarkah itu tempat situs sejarah," terangnya.

Berdasarkan kajian kajian itu nantinya, tambah Faisal, baru dapat ditetapkan bahwa itu tempat situs sejarah.

"Oleh adanya qanun itulah nantinya baru kita dapat mengatur secara baku penetapan tentang bagaimana peta sejarah itu nantinya," pungkas Faisal. (adv)

close