Foto : ilustrasi Hemofilia |
HN-Banda Aceh, Ketua Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) Aceh, Muzakkir, didampingi sektetaris, Umar, sesalkan pelayanan pengobatan terhadap pasien penderita Hemofilia di Rumah Sakit Zainal Abidin, Banda Aceh.
Hal tersebut disampaikan Muzakir, kepada habanusantara.com, disalah satu tempat di Kota Banda Aceh, Sabtu, (6/4/2019).
Menurut Muzakir, sekarang ini, sistem pengobatan yang diterapkan oleh pihak Rumah Sakit Zainal Abidin, Banda Aceh, terhadap pasien penderira Hemofilia sudah sangat jauh berbeda dibanding dimasa Dirut RSUZA yang lama.
Sebelumnya, sebut Muzakir, pasien Hemofilia diperbolehkan berobat jalan dan mendapatkan jadwal injeksi dari pihak rumah sakit ZA. 'Sekarang ini dipaksakan harus menginap di rumah sakit," jelasnya.
"Si pasien disuruh tidur kayak orang bodoh, sedangkan injeksi baru akan diberikan esoknya," terangnya.
Jika hal seperti ini terus diberlakukan sangat disayangkan terhadap pasien yang sudah berkeluarga. "Kapan mereka mencari nafkah.
Anehnya lagi sebut Muzakir, jika sipasien minta pulang, ya dipulangkan. Namun pihak rumah sakit tak memberikan stok obat untuk sipasien.
Begitupun kata Muzakir, secara medis terkait kadar/kualitas obat yang diberikan kepada pasien tidak sesuai aturan normal nasional yakni 60%.
Menurutnya, kadar obat yang diberikan hanya 40%, dan ini tidak sesuai dengan aturan nasional.
"Hanya di Aceh dosis yang diberikan seperti itu (tidak normal) sedang di daerah lain masih normal," jelasya
Selanjutnya, Umar berharap, agar pihak rumah sakit ZA, tranparansi dalam melakukan perawatan dan pelayanan terhadap pasien penderita Hemofilia, sebagaimana aturan yang sudah diberlakukan secara nasional termasuk dosis/ kadar obat yang diberikan untuk si pasien.
"Setidaknya pasien harus tahu kadar obat yang digunakan. Sebagaimana kita manusia kekhawatiran itu saya pikir wajar. Mereka hanya takut salah pemberian obat," pikirnya.
Lebih lanjut Umar mengatakan bahwa undang -undang perlindungan terkait hak- hak pasien itu sudah ada. Sayangnya hal ini terkesan diabaikan dan tidak adanya tranparansi terhadap si pasien.
Sejauh ini timpal Muzakir, organisasi, HMHI Aceh, secara prosedural pernah dan telah melayangkan surat kepada pihak rumah sakit ZA terkait hal tersebut, termasuk menjumpai kepala bidang/ ruangan pelayanan hingga ke pihak manajemen rumah sakit namun tak juga ada tanggapan.
"Kita telah melayangkan surat tersebut kepihak rumah sakit ZA, sejak September 2018 lalu, dan hingga kini belum juga ada balasannya," pungkas Muzakir. (Tim)