Habanusantara.net - Langsa. Sejumlah awak media melakukan penelusuran ke Cafe Latte One untuk melakukan kroscek terhadap isu billiar adanya praktik judi, ternyata tidak benar.
Hal ini di ungkapkan Abu Bakar Wartawan riaukontras.com saat mendatangi cafe latte one bersama sejumlah awak media online lainya, Selasa (04/02).
"Kita sudah cek langsung sendiri, bahwa tidak ada praktik judi di meja Billiard tersebut," tegas Abu.
Lanjutnya, seandainya terjadi praktik judi di kemudian hari setelah kami kroscek, maka kami siap memberitakanya lagi.
Dirinya yakin, bahwa ini merupakan bentuk Cabang olahraga yang menguji ketangkasan dalam memasukan ke lubang yang ada di setiap sudut meja, dan tidak ada perjudian serta pertaruhan yang menjanjikan sesuatu.
Terkait biaya Rp.30.000, menurut penjaga billiard Jefrizal alias Ateng itu merupakan biaya perawatan meja dan honorium dirinya dalam menjaga meja tersebut.
Selain dirinya, Jefrizal mengaku bahwa ada beberapa teman lainya yang di tunjuk oleh Geuchik Blang Pase untuk bekerja di cafe latte one.
"Kami diperintahkan Geuchik untuk mengawasi, dan apabila ada praktik judi kami terdepan melaporkan hal ini pada Geuchik untuk menutup cafe latte one," ujarnya.
Ikut hadir dalam penelusuran tersebut, Abubakar, Ridwan, Hendra, Mahfudz serta Dhani. Media ini mencoba mengelupas Sejarah awal mula dari olahraga biliar. Permainan ini telah dimainkan oleh kaum bangsawan. Meski demikian, dari mana asalnya permainan ini beberapa sumber menyebut bahwa permainan ini berasal dari Prancis, Italia, Spanyol, atau Eropa.
Sejak awal tahun 1800an, permainan ini banyak dimainkan oleh kaum bangsawan yang oleh karena itu permainan ini pernah populer. Namun banyak juga bukti-bukti yang menunjukan bahwa permainan tersebut telah dimainkan oleh orang-orang dari berbagai tingkat sosial. Pada tahun 1600an, permainan ini sudah cukup dikenal. Di Inggris, permainan biliar populer pada tahun 1675. Selanjutnya biliar dipopulerkan sebagai olahraga scientific.
Meski sudah diperkenalkan lebih awal, tongkat biliar baru dikembangkan pada akhir tahun 1600an. Ketika bola berada di dekat pinggiran meja, tongkat tersebut sulit untuk digunakan karena ujung tongkat yang besar. Jika hal tersebut terjadi maka para pemain biasanya akan mengunakan ujung lain dari tongkat untuk memukul bola. Ujung tongkat yang dipegang disebut “queue” yang berarti ekor, dari sana kemudian didapatkan kata “cue”, yang digunakan sebagai istilah untuk pemukul bola biliar hingga kini.
Biliar tadinya dimainkan di lapangan atau taman seperti halnya Croquet yang populer dimainkan di Eropa Timur dan Prancis pada abad ke-15. Pada akhirnya, biliar dipindahkan ke dalam ruangan dengan meja yang diberi taplak berwarna hijau menyerupai rumput.
Meja untuk permainan ini, pada awalnya mempunyai pembatas vertikal di tepiannya yang berfungsi untuk mencegah bola jatuh. Bola-bola tersebut dapat memantul hingga para pemain akan dengan sengaja mengarahkan pukulannya ke pembatas itu. Oleh sebab itu, terciptalah pukulan “bank shot”.
Di Inggris setelah tahun 1800, alat-alat yang digunakan untuk permainan ini berkembang karena revolusi industri. Kapur pun mulai digunakan untuk meningkatkan gesekan antara bola dengan cue, bahkan sebelum cue berujung. Ujung cue dari kulit mulai disempurnakan pada tahun 1823, berguna bagi para pemain untuk menghasilkan putaran samping.
Pada akhirnya, biliar tetap bertahan hingga kini dan menjadi salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan dalam ajang olahraga. Di Indonesia sendiri, biliar juga termasuk populer di semua kalangan, meskipun masih kalah populer dibandingkan olahraga sepak bola atau badminton