-->

Notification

×

Iklan

Iklan

KKR lembaga daerah yang bersifat khusus di Aceh

26 April 2019 | April 26, 2019 WIB | Last Updated 2019-04-25T17:02:08Z

HN-Banda Aceh-Pusat Riset Ilmu Pemerintahan (PRIP) Unsyiah dan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum Unsyiah  selenggarakan EXPERT MEETING bertema "Optimalisasi Peran dan Penguatan Kelembagaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh sebagai Lembaga Daerah yang bersifat Khusus di Aceh" di Aula Senat Rektor Universitas Syiah Kuala Lt. 2 , Darussalam - Banda Aceh, Kamis (25/4/2019)

kegiatan tersebut menghadirkan nara sumber dari Unsur Akademisi (baik dari kalangan Universitas Syiah Kuala, Universitas Muhammadiyah, serta UIN Ar Raniry), Unsur Pelaku Sejarah, Unsur Praktisi serta Unsur  Lembaga Riset/Penelitian yang fokus/konsen pada isu Hak Asasi Manusia (HAM), Perdamaian, dan Rekonsiliasi diantaranya Pusat Riset Hak Asasi Manusia Univ. Syiah Kuala dan Pusat Riset Perdamaian dan Resolusi Konflik Universitas Syiah Kuala.

Para Narsumber yang diundang pada kegiatan tersebut terdiri dari unsur Akademisi, yakni Prof. Dr. Syahrizal Abbas, MA; Prof. Dr. Hamid Sarong; Dr. Iskandar A. Gani, S.H., M.Hum; Dr. Azhari, S.H., MA., MCL; Saifuddin Bantasyam, S.H., MA; Zainal Abidin, S.H., M.Si., M.H; M. Adli Abdullah, S.H., P.h.D; Muhammad Heikal Daudy, S.H., M.H; Dr. Hasanuddin Yusuf Adan, MA, Mawardi Ismail, S.H., M.Hum; Dr. Otto Syamsuddin, Khairani, S.H., M.Hum, Hesphynosa Resfa, S.H., M.H, Suraiya Kamaruzzaman, LL.M).

Kegiatan EXPERT MEETING berupa Focus Group Discussion (FGD) ini dibagi atas 3 (tiga) TEMATIK ISSU yakni, Tematik A (Eksistensi Kelembagaan KKR Aceh : Inventarisasi Tantangan dan Peluang KKR Aceh di Masa Mendatang, serta  Mapping Aktor dan Pembagian Peran dalam Upaya Menghadapi Tantangan sekaligus Memanfaat Peluang tersebut).

Tematik B (Mekanisme Ideal Penganggaran KKR Aceh sebagai Kelembagaan Daerah dalam rangka melaksanakan Otonomi Khusus di Aceh)

Tematik C (Relasi dan Pola Hubungan Ideal antara KKR Aceh dengan kelembagaan daerah lainnya yang berada di Aceh).

Kegiatan tetsebut turut juga menghadirkan Ketua Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, Afridal Darmi, S.H., LL.M.

Kegiatan EXPERT MEETING berupa Focus Group Discussion (FGD) tersebut dibuka oleh Wakil Rektor II Universitas Syiah Kuala yaitu Dr. Ir. Agussabti. 

Rektor Universitas Syiah Kuala yang diwakili oleh Wakil Rektor II Universitas Syiah Kuala yaitu Dr. Ir. Agussabti, mengatakan bahwa "Kegiatan Expert Meeting berupa Focus Group Discussion (FGD) ini merupakan wujud dedikasi tanggung jawab dan kepudulian sekaligus respon cepat Universitas Syiah Kuala melalui Pusat Riset Ilmu Pemerintahan (PRIP)Unsyiah dan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala untuk ikut serta dan berperan aktif mengambil bagian dalam menyelesaikan berbagai polemik hukum yang terjadi di Wilayah Aceh.

Kegiatan EXPERT MEETING berupa Focus Group Discussion (FGD) ini merupakan manifestasi salah satu DHARMA dari THREE DHARMA PERGURUAN TINGGI yaitu "Pengabdian Masyarakat" disamping secara bersamaan melaksanakan 2 (dua) DHARMA PERGURUAN TINGGI lainnya yaitu "Penelitian" dan Pendidikan", tutup Dr. Ir. Agussabti - Wakil Rektor II Universitas Syiah Kuala tersebut.

Kurniawan S, S.H., LL.M selaku penyelenggara kegiatan EXPERT MEETING berupa FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD) tersebut yaitu Ketua Pusat Riset Ilmu Pemerintahan (PRIP) Universitas Syiah Kuala dan juga Kepala Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum Unsyiah.

Dalam kata sambutannya,  menyampaikan bahwa tujuan diselenggarakannya Expert Meeting berupa Focus Group Discussion (FGD) ini adalah  Universitas Syiah Kuala melalui Pusat Riset Ilmu Pemerintahan (PRIP) dan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala guna ikut ambil bagian memperkuat perdamaian yang ada di Aceh dengan mendorong penguatan terhadap kelembagaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh yang merupakan amanat dari perjanjian kesepakatan damai MoU antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)". 

Selain itu, untuk memperkuat Kelembagaan KKR Aceh sehingga dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dalam mendorong dilakukannya rekonsiliasi termasuk rehabilitasi dan restitusi serta lainnya diantara pelaku dan korban pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh merupakan manifestasi dari UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang  Pemerintahan Aceh sekaligus merupakan derivasi (perwujudan) dari amanat UUD NRI Tahun 1945 sebagai Konstitusi Negara", sebut Kurniawan. 

Menurutnya, kegiatan tersebut untuk memperkuat kelembagaan KKR Aceh baik dari sisi peran dan wewenang termasuk dalam hal penganggaran kelembagaannya merupakan bagian dari tujuan, cita-cita dan kepentingan nasional yaitu ikut ambil bagian sekaligus berperan serta aktif mewujudkan perdamaian (baik perdamaian dunia terlebih lagi perdamaian dalam teritorial NKRI) dan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia", tutup Kurniawan yang juga Dosen Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala.

Kegiatan EXPERT MEETING berupa Focus Group Discuasion (FGD) tersebut menghasilkan beberapa REKOMENDASI penting, yakni mendorong Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk dapat segera melakukan perubahan (revisi) terhadap Qanun Aceh Nomor 13 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Aceh dengan menambahkan klausul pengaturan materi terkait Susunan Organisasi, dan Tata Kerja (SOTK) KKR Aceh serta pembentukan Sekretariat KKR Aceh.

Kedua, menyarankan kepada Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) agar secara serius memperkuat peran kelembagaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh sebagai buah dari Perdamaian dengan membentuk Sekretariat KKR Aceh termasuk menyediakan anggaran yang cukup. 

Dengan demikian KKR Aceh dapat melaksanakan tugasnya berupa mendorong dilakukannya pembuktian kebenaran dan rekonsiliasi sebagaimana diamanatkan oleh UU Pemerintahan Aceh dan MoU.

Ketiga menyarankan kepada Pemerintah Aceh dan DPRA untuk dapat memberikan perhatian serius kepada Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh. Sehingga keberadaan KKR Aceh sebagai salah satu wujud manifestasi perdamaian sebagaimana yang tertuang dalam MoU dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh sekaligus amanat UUD NRI Tahun 1945 sebagai Konstitusi Negara dapat berjalan dengan baik.

Keempat, menyarankan kepada seluruh komponen sipil baik yang ada di Aceh maupun di luar Aceh yang konsen pada isu kemanusiaan, perdamaian dan rekonsiliasi untuk mendorong penguatan terhadap kelembagaan KKR Aceh. (Pri)
close