-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Gubernur Tandatangani Mou Cambuk Tertutup di Aceh, Rahmat Asri Sufa : Aceh Daerah Otonom, Syariat Harus Terbuka

12 April 2018 | April 12, 2018 WIB | Last Updated 2018-04-12T10:36:19Z
HN-Medan - Pasca menandatangani Memorendum of Understanding (MoU) tentang penerapan hukuman cambuk tertutup dengan Menkumham RI, Yasonna H Laoly. Gubernur Aceh Irwandi Yusuf memberikan klarifikasi tentang dasar penerapan hukuman cambuk di Aceh, sebab hukuman cambuk sebelumnya dilakukan secara terbuka dan diatur dalam Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014, dalam qanun tidak diatur cara pelaksanaannya, maka bisa dipergubkan, Jelas Irwandi Yusuf di Amel Convention Center Banda Aceh, Kamis (12/4/2018). 



Gubernur Aceh ini juga berpendapat, pelaksanaan hukuman cambuk kedepan juga akan dilaksanakan secara tertutup di Lapas. Dia beralasan, itu dilakukan untuk meredam protes-protes pihak luar. Apalagi, dirinya tidak ingin hukuman cambuk ini mengganggu urusan luar negeri Aceh.

Menanggapi hal tersebut, Rahmat Asri Sufa, Tokoh muda asal Aceh di Medan yang juga Mahasiswa Pendidikan Islam Pascasarjana UIN Sumatera Utara Medan ini berkomentar soal Gubernur Aceh yang menandatangani MoU Cambuk secara tertutup di Aceh, " Aceh itu daerah otonom, Aceh punya hak menjalankan syariat Islam secara terbuka dan terang-terangan, jangan sampai ada kegagal pahaman tentang arti kata otonom. Bisa jadi setelah ini, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) akan laku keras cuma untuk mencari arti kata dari otonom", tegas Rahmat Asri Sufa

Lanjutnya, "mari berkaca ke Yogyakarta, coba dikulik, apakah di Jogja ada hukum keraton ? Masih berjalan ? Bahkan sampai sekarang, Jogja masih di pimpin oleh Sultan walaupun notabane nya Gubernur. Sultan Hamengkubuwono dan akan terus dipimpin oleh generasi mereka. Itu salah satu fungsi otonom", ungkap Bendahara Tamaddun Institute ini

Rahmat juga mempertanyakan syariat Islam yang adil di Aceh, " Apakah Aceh harus kembali ke zaman Iskandar Muda ? Agar keadilan dan hukum syariat itu terlaksana dengan baik dan terbuka. Bila Aceh masih berharga bagi Indonesia, perlakukan Aceh sebagai daerah otonom yang seharusnya. Bila memang Aceh bukan lagi berlian, berlian ini juga akan tetap berharga meskipun dibuang", tutup Sekbid DPP IPTR Sumut(***)
close