SF, Tersangka kasus proyek Jembatan saat diperiksa di Kejati Aceh. [Foto/Ismail] |
Habanusantara.net, Kejati Aceh menangkap tersangka SF, Wakil Direktur CV Pilar Jaya dalam kasus dugaan korupsi pembangunan jembatan rangka baja di Gampong Gigieng, Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie.
SF ditangkap disaat ngopi bareng di salah warung kopi di Kota Banda Aceh, Senin 21 Maret 2021 sore tadi sekira pukul 17:30 WIB
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh, Bambang Bachtiar SH MH melalui Asisten Tindak Pidana Khusus(Aspidsus) Kejati Aceh R Raharjo Yusuf Wibisono, mengatakan tersangka ditangkap setelah yang bersangkutan enam kali mangkir dari pemanggilan.
"Tersangka ditangkap karena sudah enam kali dipanggil tidak pernah hadir. Hari ini dilakukan penangkapan dengan bantuan dari Tim DF Polda Aceh,"kata R Raharjo Yusuf Wibisono yang didampingi Plt Kasie Penkum Ali Rasab Lubis kepada wartawan di kantor Kejati Aceh, Senin (21/3/2022).
Raharjo menerangkan, tersangka SF ditangkap dalam kasus dugaan korupsi pembangunan jembatan Kuala Gigieng, Kecamatan Simpang Tiga, Pidie, tahap II.
"Tersangka SF, Wakil Direktur CV Pilar Jaya yang melakukan pelaksanaan jembatan Kuala Gigieng tersebut," terangnya.
Raharjo mengungkapkan, tersangka langsung dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan untuk proses pemberkasan mulai hari ini 21 maret sampai dengan 9 April.
"Tersangka ditahan untuk mempercepat pemberkasan," ujarnya.
Raharjo mengungkapkan, dalam kasus Jembatan Gigieng itu, ada lima orang yang ditetapkan tersangka, termasuk Saifuddin. Sementara empat tersangka lainnya selalu hadir ketika dilakukan pemanggilan.
Adapun empat tersangka lainnya yakni, Fajri, mantan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh, JF (Kuasa Pengguna Anggaran) yang juga Kepala UPTD Wilayah I, KN (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan), Saifuddin (Wakil Direktur CV Pilar Jaya) dan RM (Shigen Engineering PT Nuansa Galaxy).
"Kalau tersangka keempat selalu hadir ketika dipanggil (untuk dilakukan pemeriksaan), Saifuddin ini sudah enam kali dipanggil tidak pernah hadir," ujarnya.
Sebagai informasi, Proyek tersebut merupakan pekerjaan lanjutan pada tahun 2018 di bawah PUPR Aceh yang bersumber dari dana otsus kabupaten/kota senilai Rp 2,1 miliar.
Pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan kontrak.
"Dalam kasus tersebut, kerugian negara mencapai Rp 1,6 miliar atau total loss menurut ahli dari BPKP," pungkas R Raharjo Aspidsus Kejati Aceh[Ismail]