-->

Notification

×

Iklan

Iklan

HUT Ke-32 Tahun, Flower Aceh Berikan Penghargaan KepadaTokoh Akar Rumput Dan Aktivis Perempuan Aceh

24 September 2021 | September 24, 2021 WIB | Last Updated 2021-09-24T12:14:32Z
Para tokoh akar rumput dan aktivis perempuan Aceh yang menerima penghargaan di HUT ke-32 Flower Aceh di Hotel Kyriad Muraya Banda Aceh,  Kamis 23/9/2021. Foto/ist.


Habanusantara.net- Banda Aceh - Memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) yang ke 32 tahun, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Flower Aceh memberikan penghargaan kepada sejumlah Community Organizer (CO) atau tokoh perempuan akar rumput dan aktivis perempuan di Aceh.


Penghargaan untuk tokoh perempuan dan aktivis Aceh itu diberikan secara virtual dalam webinar dengan tema "Kontribusi Perempuan Akar Rumput dalam Perdamaian dan Pembangunan Perdamaian Aceh”. 


Sementara, pengharaan secara langsung diberikan kepada pendiri dan demisioner Flower Aceh, di ruang VIP Kyriad Muraya Hotel Aceh, Banda Aceh, Kamis, 23 September 2021.


Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati, mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah bersinergi bersama Flower Aceh dalam upaya pemberdayaan dan pemenuhan hak-hak perempuan dan anak di Aceh. 


Terutama kepada perempuan akar rumput di Aceh yang telah berkontribusi secara sukarela dan berkelanjutan di bidang kesehatan dan gizi, pemerdayaan ekonomi, lingkungan, kebencanaan, perlindungan perempuan dan anak, dan kepemimpinan perempuan yang mendukung dalam perdamaian dan pembangunan Aceh.


Ia menjelaskan berdasarkan hasil pengorganisasian Flower Aceh, tercatat sebanyak 157 tokoh perempuan akar rumput mulai menguat dan mampu mewarnai pembangunan tingkat desa, baik di bidang kesehatan, ekonomi, kepemimpinan, kebencanaan dan lingkungan.


"Tokoh perempuan akar rumput yang adalah mereka yang memiliki kepedulian mengabdikan dirinya dalam menangani berbagai persoalan di akar rumput akibat kemiskinan, akses informasi, diskriminasi dan ketidakadilan," kata Riswati.


Dalam webinar yang dipandu oleh pendiri Flower Aceh, Suraiya Kamaruzzaman menghadirkan narasumber yang merupakan tokoh perempuan akar rumput.


Sesi Webinar/foto/ist



Dimulai oleh, Mariaton sebagai petugas Posyandu dan penerima penghargaan keluarga peduli Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) di Pidie yang menyoal isu Perempuan dan Kesehatan. 


Ia mengingatkan perempuan untuk selalu hidup sehat, terutama kesehatan reproduksi. Dirinya juga kerap memberikan sosialisasi kepada masyarakat terkait kesehatan kespro dan sosialisasi terkait KB dan manfaat dari KB. 


"Saat penyuluhan di posyandu saya juga menyampaikan tentang kesehatan bagaimana mengurus kesehatan diri sendiri, kami juga menyarankan ibu-ibu untuk olahraga dan makan-makanan yang bergizi dengan mengonsumsi daun kelor," kata Maria yang juga peraih penghargaan dari Hak-hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR). 


Pelaku Usaha dan Pengurus Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) Aceh Besar, Lilis Suryani, mengatakan selama ini dirinya mendampingi ibu di desa dampingan Flower Aceh untuk fokus pada pemberdayaan Usaha Kecil Mikro (UKM). 


Menurutnya, UKM merupakan sebuah wadah untuk menghidupi diri sendiri khususnya kaum perempuan.


"Perempuan harus bisa mengakses sumber daya alam dan mendapatkan skill untuk mengelola sumber daya alam, kemudian, izin untuk membuka usaha," ujarnya.


Tokoh Agama dan Pemenuhan hak Perempuan dan Anak, Ummi Hanisah, mengatakan selain menjadi pimpinan di dayah di Aceh Barat, ia juga mendampingi anak yang bermasalah dan menyediakan rumah singgah. 


Sementara anak yang bermasalah, pihaknya bekerjasama dengan P2TP2A, Polres, Kapolsek, Tuha Peut, Keuchik, jejaring yang kuat dan MPU. 


"Penanganan kita dekat terus, sedikit demi sedikit dengan MPU mereka sudah negerti ketika ada masalah pelecehan di pesantren mereka sudah menanggapi, warga juga sudah mulai mengantar anak mereka yang terkena kekerasan, kdrt. Disini malam minggu ada muhadarah dan dekatkan dengan kegiatan ini, dan apa yang bisa kita gali sehingga traumanya hilang," tegas Ummi.


Penyintas Konflik dan Pendamping Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (KTPA), Rasyidah, menyampaikan sebagai penyintas konflik, paralegal, dan majelis taklim, dirinya mengalami trauma yang berat dimana, suaminya di tembak. 


"Saya cacat, adik saya diculik. Jika saya terus menerus sedih maka saya tidak dapat apa-apa tapi saya harus bangkit dan membenahi dan membanguna diri sendiri, keluarga, bersama-sama membangun lingkungan di sekeliling," tambahnya.


Rasyidah aktif terlibat majlis taklim, bersama mereka berjuang untuk advokasi suara-suara perempuan di desa agar ada program pemberdayaan perempuan dan memastikan adanya anggaran desa untuk pemberdayaan perempuan.


"Di desa banyak kasus seperti KDRT saya mendapat pelatihan sehingga saya dapat membantu perempuan yang menghadapi maslah seperti KDRT. Flower Aceh juga membantu dalam bentuk CU untuk pinjam, program ini sangat bermanfaat untuk ibu-ibu di desa," ujar Rasyidah.


Motivator untuk Pemberdayaan dan Peningkatakan Kapasitas Perempuan, Rahma Nur Rizky, menyebutkan dirinya membangun sekolah non-formal dan sekolah inspirasi. Sekolah inspirasi bertujuan untuk pembentukan karakter, yang sering dilibatkan di sekolah aksi, belajar tari dan public speaking. 


Kemudian ada juga kelas parenting. Kelas parenting ini, kata Rahma, membantu untuk mencegah kekerasan terhadap anak, banyak sekali testimoni yang baik dari ibu. Banyak ibu yang terbantu dengan ada kelas ini. Selain parenting ada kelas healing, banyak para penyintas yang ikut kelas healing, ada kelas free dan perbayar.


"Alhamdulillah di kelas ini banyak penyintas yang punya pengalaman buruk dan kelas ini menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh korban. Kelas public speaking, ada perempuan yang jadi leader di komunitas nya. Ada juga kelas inspiarasi online yang mana para peserta mendapat ilmu dari para narasumber. Itu saja yang saya ucapkan, terima saya ucapkan selamat ulang tahun Flower Aceh," ucapnya.


Wakil Ketua DPRA,  Hendra Budian saat menyampaikan rasa kecewa ketika berbicara soal perempuan di politik, hanya 12 orang yang terlibat di parlemen melalui webinar saat peringatan HUT Ke-32 Folwer Aceh, Kamis 23/9/2021./foto/ist.



Wakil Ketua DPR Aceh, Hendra Budian, menyampaikan tanpa keterlibatan perempuan Aceh, tidak akan ada damai di Aceh. Namun, rasa kecewa ketika berbicara soal perempuan di politik, saat ini hanya 12 orang yang terlibat di parlemen. Untuk itu perlu ada perempuan di parlemen untuk keberpihakan anggaran terhadap perempuan. 


Dalam anggaran tahun 2022, lanjutnya, harus dipastikan untuk pemenuhan perempuan dan anak. Ia menyebutkan ada sekitar Rp18,9 miliar anggaran yang dikelola oleh dinas DP3A dan menyumbang pokok pikiran Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Rp3,5 miliar. Namun, pemenuhan hak anak dan perempuan belum terlihat.


"Nanti pada sidang disampaikan dana ini belum cukup dengan kasus yang banyak, melihat lagi RPJM Pemerintah Aceh bagian perempuan, ini tahun terakhir anggaran, harus dilihat lagi untuk anggaran pemenuhan hak anak dan perempuan di Aceh," tegas Hendra.


Kepala UPTD PPA DPPPA Aceh, Irmayani mengatakan Flower Aceh sudah banyak membina perempuan di desa menjadi perempuan yang tangguh. Saat ini banyak terjadi kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan peran dari jurnalis juga sangat penting. Dalam catatan DPPPA 2021, ada 16 kasus dari Aceh Barat.


"Ketika terjadi kekerasan ini merupakan tanggung jawab kita bersama bukan hanya satu pihak," tutur Irma.


Ketua Presidium Balai Syura, Khairani Arifin, mengapresiasi upaya-upaya para tokoh perempuan akar rumput dengan berbagai tantangan yang dihadapi dan melakukan berbagai upaya dalam penanganannya merupakan pekerjaan yang luar biasa. Desa yang aman menjadi poros ekonomi dan layanan dengan orientasi bahwa peran Gampong dan para CO yang juga tokoh perempuan di akar rumput mampu mengintervensi kebijakan, anggaran dan program di desa untuk pemenuhan hak perempuan dan anak.


"Desa menjadi poros ekonomi dengan UMKM , kita berharap CU ini dapat berkembang. Pusat layanan seharusnya juga ada di desa tapi saat ini hanya ada di kabupaten. Kita berharap di masa depan CO kita terus bertumbuh menjadi orang hebat dan membuat perubahan. Mari terus berkolaborasi dan memperkuat komitmen bisa menjadi bagian sejarah untuk membuat perubahan," kata Khairani.


Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Muhammad Nur, menyampaikan peran perempuan di dalam isu lingkungan sangat dibutuhkan, menghadapi negara dengan cara lama tidak efektif, perusakan lingkungan yang berat.


"Peran perempuan kedepan menambahkan isu yang lain dibutuhkan kerja kolaborasi yang terukur. Advokasi harus di pertahankan, dan di upgrade, peran perempuan pada pembangunan masih kurang dan kurang mucul arah pembangunan di desa, saya mengajak perempuan untuk menjadi pemimpin di desa, kecamatan, dan kabupaten. Perempuan hebat harus terus bergerak," tutupnya.


Sementara itu, Ketua Tim Penggerak PKK Aceh, Dyah Erti Idawati, mengatakan pihaknya komit untuk senantiasa menyuarakan hak dan perlindungan terhadap perempuan dan anak. Dalam melakukan perjuangan tersebut pihaknya tak mampu bekerja sendiri. Oleh sebab itu kolaborasi dan dukungan semua pihak di Aceh sangat dibutuhkan.


“Selama ini sudah banyak yang kita perjuangkan terkait hak-hak perempuan dan anak. Alhamdulillah juga sudah ada titik terang atas usaha kita,” ujar Dyah.


Dyah mengatakan, beberapa waktu terakhir pihaknya bekerjasama dengan berbagai organisasi lainnya termasuk Flower Aceh untuk mengadvokasi salah satu masalah anak korban pelecehan seksual yang dilakukan anggota keluarganya sendiri. Advokasi tersebut membuahkan hasil hingga memberikan hukuman yang maksimal bagi pelaku keji tersebut.(akbar) 

close