Habanusantara.net, BANDA ACEH – Penerapan Qanun Aceh nomor 11 tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) memiliki banyak tantangan dan kendala. Meskipun demikian, Gubernur Aceh Nova Iriansyah, yakin bahwa tantangan dalam penerapan qanun dimaksud dapat dilallu dan harus dihadapi secara bersama-sama.
Demikian disampaikan Gubernur saat membuka kegiatan webinar (seminar berbasis web) tentang literasi keuangan yang digelar Jaringan Media SIber Indonesia (JMSI) provinsi Aceh bekerjasama dengan Bank Syariah Indonesia (BSI) Aceh, Selasa (14/9/2021)
Seminar berbasis web (Webinar) dengan tema ‘Peran dan Tantangan Media Memperkuat Literasi Keuangan Syariah Dalam Qanun LKS di Aceh’ itu, menghadirkan sejumlah narasumber, diantaranya Regional CEO 1 BSI Aceh, Wisnu Sunandar, dari OJK Aceh, Chief Economist BSI, Banjaran Surya Indrastomo, dan Ketua Umum JMSI, Teguh Santosa.
Lebihh lanjut, Gubernur Aceh mengatakan, Pemerintah Aceh berkomitmen untuk mendukung berkembangnya ekosistem ekonomi Syariah di Aceh. “Alhamdulillah dengan terbitnya qanun LKS, dukungan ke arah tersebut menjadi semakin kuat. Bahwa ada pro dan kontra ditengah masyarakat, tentu itu hal yang lazim dan harus dihadapi bersama,” ujarnya.
Dikatakan, Pemerintah Aceh sebagai unsur eksekutiif dalam pemerintahan di Aceh berdiri di posisi paling depan dalam mendukung Qanun LKS. “Kami sepakat, bahwa apapun pro kontranya mari kita selenggarakan dulu qanun ini, sesuai dengan pasal pasalnya, bahwa kemudian ada kendala, atau penyesuaian tentu akan kita lihat kembali,” katanya.
Penerapan Qanun LKS di Aceh, kata Nova, sebagai upaya mewujudkan ekonomi syarah, termasuk didalamnya sebagai sistem Lembaga keuangan yang didasarkan upaya mencari kridhaan Allah SWT. “Kemudian juga didasari niat masyarakat Aceh. Dan kendala yang ada insya Allah akan kita cari solusi bersama,” kata Gubernur.
Gubernur Aceh mengatakan bahwa tantangan terbesar bagi pemerintah Aceh saat ini untuk menyelaraskan sistem adalah permasalahan literasi. Ketidaktahuan masyarakat terhadap jasa keuangan Syariah menjadi masaah tesendiri yang secara bersama sama harus kita hadapi.
Untuk itu, Gubernur berharap, media berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat dan memberikan pemahaman tentang literasi keuangan Syariah di Aceh. “Tentu Lembaga Keuangan Syariah maupun media, harus memahami tentang literasi itu sendiri. Sehingga dapat menghasilkan produk jurnalistik yang berkualitas dan dapat memberikan pesan yang jelas kepada masaryakat,” harapnya.
Ketua JMSI Aceh, Hendro Saky mengatakan, kegiatan seminar tersebut diselenggarakan atas dasar kegelisahan terhadap literasi keuangan di Aceh. Sehingga, JMSI Aceh bersama BSI Aceh menggelar webinar terkait bagaimana sebenarnya literasi keuangan Syariah di Aceh.
“Ada kegundaan dari JMSI terutama tentang literasi keuangan. Kegelisahaan ini kemudian disampaikan kepada pihak terkait, dalam hal ini disambut BSI. Sehingga kegelisahaan kita terkait literasi keuangan mendapat sambutan baik. Sekali lagi saya sampaikan terima kasih kepada BSI yang mendukung kegiatan ini,” ucapnya.
Hendro berharap, para narasumber dapat memberikan pemahaman tentang literasi keuangan, sehingga dapat memperkaya khasanah produk jurnalistik yang mengandung pemahaman tentang literasi Syariah yang baik. “Sehingga literasi keuangan Syariah di Aceh semakin baik,” katanya.
Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan diskusi yang cukup alot. Moderator Dr. Hendra Saputra yang merupakan akademisi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh itu, memandu kegiatan dengan penuh semangat.
Dukung Penuh LKS di Aceh
Regional CEO 1 BSI Aceh, Wisnu Sunandar dalam materinya, mengatakan, pihaknya memerikan dukungan penuh atas pelaksanaan qanun LKS di Aceh. Dikatakan, merger sejumlah perusahaan BUMN sektor perbankan seperti BRI Syariah, BNI Syariah dan BSM sebagai upaya untuk menerapkan Lembaga keuangan dengan system syariah di Indonesia.
“Tujuan dari merger ini, Indonesia sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar punya bank Syariah terbesar. Alhamdulillah pasca mesger, asset BSI sebesar Rp. 240 Triliun,” ungkapnya, seraya menjelaskan BSI berupaya terus dan berpartisipasi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Aceh.
Dikatakannya, BSI bersinergi dan berkolaborasi dengan seluruh stakeholders termasuk media, sehingga masyarakat menjadi paham tentang lembaha keuangan syariah. “Ini sangat kami perlukan dalam rangka meningkatkan pemahaman literasi dan inklusi keuangan syariah,” katanya.
Lebih lanjut, WIsnu mengatakan, setiap kegiatan yang dilakukan BSI tetap bersinergi dengan dengan media untuk disampaikan kepada seluruh masyarakat. “Saya berharap media terus mensosialisasikan bagaimana literasi dan inklusi keuangan Syariah itu sendiri,” katanya.
Melihat potensi besar berkembangnya Lembaga keuangan Syariah di Aceh, Wisnu optimis, BSI akan berkembang di Aceh. “Kami memiliki misi besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Aceh. Mohon izin pak gubernur agar kami diizinkan memberikan kontribusi dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Aceh. Kita akan terus memberikan layanan Syariah yang modern kepada para nasabah,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Chief Economist BSI, Banjaran Surya Indrastomo, banyak mengupas tentang peran BSI dan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan perbandingan antara pertumbuhan Lembaga keuangan Syariah di Indonesia dan di sejumlah negara seperti Malaysia maupun negara-negara di timur tengah.
Disisi lain, dia juga mengakui, bahwa Aceh memiliki banyak potensi dalam pengembangan Lembaga keuangan Syariah. “Dengan dukungan perbankan Aceh akan terus maju,” katanya.
Kurang Pemahaman Literasi, akan Terjebak Investasi Bodong
Sementara itu, Kepala OJK Aceh, Yusri yang diwakili Moishe Sagir menilai, implementasi qanun Lembaga keuangan Syariah di Aceh berhasil. Hal itu dilihat dari peningkatan jumlah nasabah maupun keinginan untuk menerapkan Lembaga keuangan Syariah di Aceh sejak tahun 2019. Namun, apabila kurang pemahaman terhadap literasi maupun investasi, maka bisa terjebak investasi bodong.
“Prosesnya cukup berhasil dari yang tadinya konvensional menuju Syariah. Saya jelaskan bahwa literasi adalah tingkat pengetahuan, sedangkan inklusi adalah tingkat pemakaian,” katanya.
Dia menilai, secara nasional di tahun 2019 tingkat inklusinya 75 persen. Sedangkan di Aceh, tingkat inklusi Lembaga keuangan rata-rata diatas nasional. Dari target inklusi keuangan nasional 75 persen, Aceh sudah 86 persen. Sementara, dari target literasi secara nasional 35 persen, Aceh sudah 44 persen.
“Hal yang cukup mengejutkan, untuk Aceh sendiri, baik tingkat literasi maupun inklusi Syariah itu masih rendah. Inklusi 20,21 persen dan literasi 18, 64 persen. Artinya, masyarakat memakai (Lembaga keuangan Syariah), tetapi belum memahami produk tersebut. Itu berakibat buruk dan bisa terjebak dalam investasi bodong,” katanya.
Untuk itu, Moishe juga mengharapkan peran media dalam mewujudkan target pemahaman literasi dan inklusi keuangan Syariah di Aceh.
Digitalisasi harus Disyukuri, Namun Jadi Tantangan
Sementara itu, Ketua Umum JMSI, Teguh Santosa mengatakan, tingkat ketersambungan masyarakat dengan jaringan internet sangat pesat. Sehingga, di Indonesia lebih dari 50 ribu platform informasi, berbasis internet. Hal itu, katanya, harus disyukuri, namun juga menjadi tantangan bagi media.
Dikatakan, sebagian besar yang menggunakan platform digital itu tidak bisa diverisikasi, dan hanya sebagian kecil yang mau memverifikasi dirinya. “Saya sampaikan disini bahwa digitailisasi ini sebuah yang kita syukuri, namun di lain pihak juga menhadirkan tantangan. Kami di JMSI memiliki tugas berat untuk memastikan bahwa informasi yang dihasilkan, kredibel,” katanya.
Teguh mengatakan, JMSI membuka diri untuk bekerjasama dengan pihak lain. Hal itu, untuk menciptakan ekosistem yang baik dalam sistem informasi yang berbasis digital. Dia mengutip konsep pentahelix yang merupakan lima kekuatan yang berperan mendukung keberhasilan Pandu Digital.
Dalam kesempatan itu, Dia juga menjelaskan terntang peran JMSI yang anggotanya adalah perusahaan perusahaan media siber dan bukan wartawan. “JMSI sudah berdiri di 34 provinsi, tujuannya adalah untuk menjadi konstituens dewan pers. Karena ini organisasi yang diverifikasi, kami ingin menciptakan ekosistem yang sehat,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Teguh Santosa, yakin bahwa system Syariah bisa menjadi penopang system keuangan di Indonesia. Kolaborasi antara JMSI dengan Lembaga keuangan Syariah , katanya, merupakan hal menarik untuk memberikan pemahaman yang tepat tentang Lembaga keuangan Syariah itu sendiri.[]