-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Disbudpar Aceh, Yudi Andika : Kota Banda Aceh Perlu Penetapan Situs Cagar Budaya

06 Februari 2021 | Februari 06, 2021 WIB | Last Updated 2021-02-05T21:27:18Z

Kasi Permuseuman dan Pelestarian Cagar Budaya, Disbudpar Aceh, Yudi Andika, diruang kerjanya, Jumat, (5/2/2021)/ photo hendra



Habanusantara.bet - Banda Aceh -Terkait kewenangan cagar budaya ada yang mengaturnya, yakni undang undang tentang cagar budaya.


"Secara aturan dan undang undang pemerintah wajib melestarikan cagar budaya, sesuai tingkatan kewenangan," ujar Kasi Permuseuman dan Pelestarian Cagar Budaya, Disbudpar Aceh, Yudi Andika, diruang kerjanya, Jumat (5/2/2021)


Menurut Yudi, pemerintah pusat berkewenangan untuk melestarikan cagar budaya tingkat nasional begitupun provinsi dan kabupaten/ kota sesuai tingkatan kewenangan pemerintahan masing masing. 


"Nah, untuk mengatur kewenangan itu diatur dan diperlukan penetapan, untuk itu membutuhkan tim ahli tentang cagar budaya," paparnya. 


Yudi mengatakan tim ahli ini yang nantinya melakukan pengkajian terkait situs situs sejarah tersebut, untuk merekomendasikan nya kepada Gubernur, Bupati /Walikota sesuai kewenangan di masing masing tingkatan wilayah/ daerah pemerintahan.


Mekanismenya sebut Yudi,  sebelum di keluarkannya SK penetapan dari Bupati/ Walikota atau Gubernur terhadap cagar budaya tersebut, terlebih dahulu harus dilakukan penelitian dan pengkajian oleh tim ahli yang telah bersertifikasi nasional. 


Sesuai kewenangan,  Bupati atau Walikota mengusulkan untuk di tingkat provinsi yang di SK kan oleh Gubenur dan seterusnya sesuai jenjang kewenangan.


Adapun, tim ahli tersebut terdiri dari orang orang yang memiliki kompetensi keahlian, seperti budayawan, arkiolog, arsitek aritis, sesuai sub bidang keilmuannya masing masing.


"Mereka mereka ini bersertifikat nasional dan diakui keahliannya, artinya tim ahli tersebut baru dapat bekerja dan merekomendasikan cagar budaya yang ada ketingkat jenjang masing masing pemerintahan.


Untuk saat ini di Aceh, baru ada 11 orang tim ahli dari provinsi, mereka yang berhak memberikan rekomendasi kepada Gubenur untuk dapat dikeluarkannya SK penetapan  cagar budaya di tingkat provinsi. 


Lebih lanjut tambah Yudi, di tingkat kabupaten/ kota yang belum memiliki tim ahlinya boleh saja meminta bantuan kepada provinsi untuk melakukan pengkajian/penelitian terkait cagar budaya yang ada diwilayah kewenangan.


Sebut Yudi, terkait cagar budaya yang ada  dibolehkan pengelolaannya dilakukan oleh  kabupaten/ kota, meski cagar budaya tersebut statusnya dalam kewenangan provinsi.


Malah sebutnya, ada beberapa situs dimana kewenangan provinsi tetapi pengelolaannya dilakukan secara pribadi oleh masyarakat, asalkan sepanjang tidak melanggar aturan terhadap pelestarian cagar budaya.


Ia menyebutkan, ada beberapa cagar budaya di kota Banda Aceh, dibawah kewenangan  provinsi, namun pengelolaannya masih dilakukan oleh pemko, karena adanya izin dari pihak provinsi. 


Ia menambahkan, terkait kewenangan terhadap situs situs cagar budaya yang ada di Kota Banda Aceh, secara ruang lingkup belum dapat dipastikan kewenangannya karena belum adanya penetapan situs.


"Untuk Banda Aceh belum ada penetapan itu dari tim cagar budaya," terangnya. 


Ia mencontohkan mesjid Baiturahim, Ulee Lheue, meskipun kewenangannya oleh Pemko Banda Aceh, namun terkait perawatannya masih ditempatkan oleh pemerintah Provinsi Aceh.


"Mesjid tersebut kewenangan Pemko Banda Aceh, tetapi juru perawatannya ditempatkan oleh Provinsi Aceh," tuturnya. 


Ia juga menyebutkan mesjid Anjong, dimana kewenangan oleh provinsi, walau keberadaannya di wilayah Kota Banda Aceh, karena status kepemilikan tanah tersebut milik masyarakat gampong. 


Sementara itu, terkait akan disahkannya  raqan cagar budaya menjadi qanun, Yudi menyebutnya sangat baik, dan wajib ada.


Sebab, qanun tentang cagar budaya itu sangat penting sifatnya melindungi kelestarian cagar budaya yang ada. Artinya ada payung hukum ketika akan dilakukan  pelestarian.


Dia mengatakan dengan adanya qanun cagar budaya, sebuah daerah semakin tertata dan tidak terjadinya tumpang tindih dalam pelaksanaannya. 


Ia yakin, dengan adanya qanun cagar budaya tersebut penataan Kota Banda Aceh kedepannya akan semakin  lebih baik. 


Peta Digital Situs

Selanjutnya Yudi Andika, menyebutkan  terkait peta digital cagar budaya merupakan salah satu wadah promosi, dan itu sangat baik karena dapat memudahkan wisatawan luar mengakses keberadaan situs situs cagar budaya di Kota Banda Aceh. 


"Digital cagar budaya tersebut berupa akses promosi yang dapat memudahkan para wisatawan untuk dapat mengunjungi situs situs pada satu daerah. 


Begitupun, berupa SMS Blast yang mudah diakses oleh para wisatawan terhadap beberapa situs situs sejarah yang dimiliki baik itu berupa situs situs sejarah masa lampau maupun situs situs tsunami, seperti halnya di Kota Banda Aceh. (hendra)





close