Habanusantara.net - Banda Aceh - Terkait siapa figur dan bagaimana kriteria wagub Aceh sisa masa jabatan yang ideal, Abdullah yang biasa dipanggil Dolah itu menyatakan apa yang dilakukan ketua umum PNA, Irwandi Yusuf beserta jajarannya sudah tepat.
“Saya katakan tepat karena ada nama mantan wagub Muhammad Nazar yang memang layak, berpengalaman, teruji dan bahkan jasanya dalam perjuangan Aceh juga besar,” ujarnya, Selasa (2/2/2021)
Menurutnya, jika saja tak ada nama bang Nazar yang sering disapa wagub senior itu, mungkin reaksi publik masih adem ayem saja dan proses pengisian jabatan wagub itu tak banyak yang sorot.
Ia menilai, nama-nama yang beredar sebelumnya memang belum pantas, tak ada daya tarik, juga belum sanggup untuk memikul beban tugas setingkat jabatan wagub Aceh, dengan sisa masa jabatan yang singkat, beban Aceh yang berat, legitimasi sosial politik terhadap gubernur Nova yang rendah dan segala kompleksitas lainnya di daerah kita ini yang justru butuh figur selevel kemampuan bang Muhammad Nazar.
"Kalau bicara hawa (keinginan) menjadi wagub ya banyak, saya, pun hawa dan ingin tapi kan saya belum berpengalaman dan teruji untuk jabatan itu," tuturnya.
Intinya, dia dan kawan-kawan respek dengan inisiatif PNA dan memasukkan nama Muhammad Nazar yang sudah pernah menjadi wagub yang riil periode 2007-2012.
"Kami juga tahu, BW (Bang Wandi: panggilan kepada Irwandi Yusuf) selaku ketua umum PNA tidak mengizinkan kak Ati (istrinya Irwandi) dan bang M (panggilan untuk M. Zaini, adiknya Irwandi) mengisi pos wagub yang kosong itu.
Paparnya, bang Wandi, Juga tidak memaksakan pengurus atau kader internal PNA menjadi cawagub. BW itu seorang pejuang seperti bang Nazar SIRA juga dan lebih mementingkan kepentingan Aceh, pembangunan dan perdamaian dengan segala komplikasinya yang ada.
Seandainya PNA dan BW memaksakan harus dari kalangan keluarga dan kader partai, sebut dia justru itu tidak sesuai dengan prinsip demokrasi dan konstitusi negara yang berlaku. Terlebih jika dikaitkan dengan kebutuhan serta kepentingan pembangunan tadi.
"Jujur saja memang tidak ada yang layak selain nama mantan wagub Muhammad Nazar. Juga kemenangan Irwandi-Nova itu mayoritas dari suara yang bukan bahagian dari partai pengusung, bukan menang karena suara keluarga para kandidat dan tidak akan cukup juga suara kader partai pengusung,” terang Abdullah.
Dia mengatakan, telah mencoba berdiskusi tentang pengisian pos wagub itu dan figurnya, semuanya sepakat dan tak ada yang membantah bahwa Bang Nazar, lah yang paling ideal dan gubernur Nova pasti akan terbantu banyak dengan kehadirannya sebagai wagub.
“Jika pos itu diisi secara sembarangan dengan figur yang belum teruji belum berpengalaman dalam urusan pemerintahan, itu bukan hanya tidak bermanfaat untuk Aceh, tapi juga bikin malu Aceh di tingkat nasional dan keadaan Aceh akan tambah sakit," katanya.
Ia menambahkan, kalau sudah ada aset yang ideal, sangat mampu, cerdas dan berpengalaman, untuk apa memaksakan yang sama sekali masih belum siap, belum berpengalaman dari banyak sisi selain hanya sekedar ingin jabatan.
lebih lanjut dia menyebutkan, Irwandi-Nazar dan Nazar-Nova secara jalinan politik juga ada keterkaitan khusus.
“Saya sendiri dan kawan-kawan lain menjadi timses Irwandi-Nova pada Pilkada 2017, tak terlepas dari arahan bang Nazar. Mantan timses Irwandi-Nazar waktu Pilkada 2006 serta eks timses Nazar-Nova di Pilkada 2007 banyak yang diarahkan oleh bang Nazar menjadi timses Irwandi-Nova pada Pilkada 2017.
Artinya, tambah Abdullah, bang Nazar itu meskipun bukan pengurus dari partai pengusung tetapi beliau ikut berkonstribusi serius memobilisasi suara dan material dalam memenangkan Irwandi-Nova.
“Kalau bicara kemampuan, pengalaman dan kesuksesannya menjalankan pembangunan sewaktu mendampingi Gub Irwandi, tentu bukan hanya publik di Aceh yang tahu tetapi juga nasional dan internasional pasti sudah sangat paham akan kemampuan serta talenta kepemimpian seorang bang Muhammad Nazar dalam urusan pemerintahan Aceh maupun pembangunan,” jelas Abdullah.
Tokoh muda asal Kluet itu berharap kalangan tokoh partai-partai pengusung itu dapat tampil sebagai para politisi yang cerdas, tidak memaksakan diri, seolah-olah kandidat wagub sisa jabatan harus dari internal partai pengusung.
"Aturan main dan prinsip demokrasi bukanlah demikian. Demokrasi itu justru dimunculkan sejak dari awal sejarahnya adalah dari rakyat, untuk rakyat, termasuk dalam hal merekrut calon-calon pemimpin," ujarnya.
Terakhir dia mengatakan, demokrasi itu hadir untuk memutus mata rantai dan kebiasaan monopoli kekuasaan. Dan juga tidak boleh ada warisan kekuasaan secara eklusif kepada keluarga.
"Maka kita harus apresiasi kebijakan bang Irwandi dan PNA yang tidak memaksakan kader internal, bahkan melarang keluarganya untuk menjadi cawagub.”pungkas Abdullah. (**)