-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Larangan Kemendagri Soal Pokir DPRA Rp 2,7 Triliun, Ini Kata Wakil Ketua Safaruddin

09 Januari 2021 | Januari 09, 2021 WIB | Last Updated 2021-01-09T14:01:06Z

 

Wakil Ketua DPRA Safaruddin, diruang kerjanya saat memberikan tanggapan terkait Kemendagri melarang penganggaran pokir DPRA Rp 2,7 triliun dalam Raqan Aceh tentang APBA Tahun 2021, Jum'at, (8/1/2021) (photo/Hendra)



Habanusantara.net - Banda Aceh - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap Rancangan Qanun (Raqan) Aceh tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) tahun anggaran 2021.


Evaluasi itu disampaikan dalam surat keputusan tentang hasil evaluasi dimaksud dan telah dikirim kepada Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).


Surat itu dikeluarkan Kemendagri menjawab surat Gubernur Aceh Nomor 900/17201 Tanggal 30 November 2020 tentang Evaluasi Raqan APBA Tahun 2021.


Dalam Surat Keputusan Kemendagri Nomor 903/5374/KEUDA Tanggal 23 Desember 2020, Kemendagri menyampaikan beberapa hal, salah satunya adalah melarang penganggaran pokok-pokok pikiran (pokir) DPRA Rp 2,7 triliun atau 16,14 persen dari total belanja daerah dalam Raqan Aceh tentang APBA Tahun 2021.


Kemendagri dalam surat itu melarang penganggaran dana tersebut apabila alokasi anggaran itu tidak melalui tahapan sebagaimana dimaksud Pasal 178 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017.


Evaluasi itu disampaikan dalam surat keputusan tentang hasil evaluasi dimaksud dan telah dikirim kepada Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), seperti dikutip habanusantara.net dari laman www.serambinews.com.


Menanggapi hal tersebut Wakil Ketua DPRA Safaruddin mengatakan pasca tanggal 29 Desember 2020, pihaknya bersama Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) di intern Pemerintah Aceh dan Banggar DPRA di undang secara lisan oleh Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri dalam kapasitas mendengar penjelasan hasil evaluasi dan atensi para pihak dalam evaluasi RAPBA 2021.


"Dalam koreksi dan evaluasi Kemendagri terkait RAPBA tahun 2021 ini, berbeda pada tahun tahun sebelumnya. Dimana Evaluasi dan koreksi RAPBA sebelumnya  tidak melibatkan pihak lain, cukup di Mendagri saja," jelas Safaruddin diruang kerjanya, Jumat (8/1/2021) Sore.


Menurut, Safaruddin, koreksi dan evaluasi  RAPBA tahun ini, oleh Kemendagri ikut melibatkan Kementerian Keuangan, PPK, dan juga KPK. Artinya dalam pengawasan jalannya proses setiap penganggaran didaerah dilakukan dengan formulasi tersebut.


Hasilnya sebut Safaruddin, banyak sekali catatan dari evaluasi tersebut. Salahsatunya berkaitan dengan pokok pokok pikiran dari anggota DPRA dengan angka 2,7 triliun.


Menurut Safaruddin yang dilarang atau tidak dibolehkan itu, apabila tidak masuk kedalam proses pembahasan, mulai dari RKPU Musrenbang, RKPA,  KUA dan PPAS.


Disini kita sampaikan bahwa informasi Kemendagri dan para pihak dalam konsep pengawasan jalannya proses RAPBA 2021 itu sepihak.


"Kita sampaikan bahwa pokok pokok pikiran itu,kan diatur dalam regulasi perundang undangan dan  prosedurnya itu juga harus dilihat dari angka berapa Pendapatan Belanja Aceh dari tahun 2021, dengan tafsiran adanya beban belanja - belanja rutin lainnya.


Saya mau sebutkan angka fantastis itu, ya  tidak mungkin dimiliki DPRA, jika dihitung dengan awalnya diajukan sebesar 14,1 triliun. Kemudian kita ada tambahan SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) tahun lalu sehingga menjadi 16,9 triliun dalam RAPBA 2021 yang kita sampaikan Kemendagri.


Disini, kami sampaikan bahwa angka pasti atau riilnya 13,10. Artinya, satu koma tiga, sepuluh miliar, itu memang berasal dari usulan program program pokok pokok pikiran anggota DPRA disetiap daerah pemilihan.


"Dan itu tercantum kedalam SIPD, dan hal itu mudah sekali untuk dilakukan pengontrolan terhadap program apa saja setiap DPRA, dan disampaikan kepada masyarakat secara transparan," jelasnya. 


Ia menambahkan, koreksi oleh Mendagri dalam pokir atau usulan dalam program tersebut tidak boleh program yang masuk belakangan harus dalam proses reses dan  Musrenbang menjadi RKPA baru bentuk KUA dan PPAS, untuk kemudian menjadi RAPBA tahun 2021.


"Dan kita telah menyampaikan hal itu kepada Kemendagri dan akan kita tindaklanjuti terkait program program yang dianggap tidak melalui proses," ujarnya.


Dikatakan Safaruddin, di angka 2,7 triliun itu yang fantastisnya, terkait kegiatan bantuan keuangan daerah yang dianggap itu tidak masuk kedalam  RKPA.


Alhamdulillah, kata Safaruddin hasil finalisasi dengan TAPA pihaknya berkomitmen akan menghapus bantuan keuangan daerah tersebut, dan sepakat menghapus program program  yang tidak masuk dalam RKPA.


Selanjutnya Safaruddin, menjelaskan  bahwa dalam rekomendasi itu ada juga tersebut program program yang masih kurang terkait anggaran untuk kesiapan penanganan covid-19 agar bisa berlanjut. 

Karena itu juga, jelas Safaruddin sebagai amanat regulasi undang undang darurat, termasuk penjaringan pengamanan sosialnya serta penanganan  dampak ekonominya, dan itu juga harus ada masuk RAPBA tahun 2021.


Selain itu juga masalah anggaran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) karena itu juga diamanatkan dalam regulasi kita dalam toleransi beragama, dan itu juga harus kita masukan kedalam anggaran tersebut.


Begitupun terkait anggaran inkrah (berkekuatan hukum tetap) pengadilan terhadap beberapa pekerjaan yang sudah mendapatkan keputusan inkrahnya dipengadilan, dan itu juga harus dibayarkan oleh Pemerintah Aceh.


Jelas Safaruddin, kesemua anggaran untuk itu merupakan beban yang tidak boleh ditunda tunda, dan harus dibayarkan dalam RAPBA, oleh karenanya harus dimasukan kedalam RAPBA tahun 2021 ini.


Ia juga menjelaskan, bahwa kegiatan yang dihitung dari pendapatan sumber qanun, semisal pokok pokok pikiran DPRA, usulan Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) yang disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Kerja Pemerintah Aceh (RKPA) tidak sesuai dengan sumber pembiayaannya, karena semisal berasal dari Dana Otsus, karena dana Otsus sudah diatur dalam qanun.


Ia menyebutkan bahwa anggaran tersebut tidak boleh dipecah pecahkan. "Enggak boleh dipecahkan anggaran itu dibawah lima ratus, harus diatas lima ratus, nah ini yang menjadi tanda tanya besar," ungkapnya.


Lebih lanjut, kata Safaruddin bahwa persoalan yang terpenting sekali dalam evaluasi itu adalah kegiatan Dana Alokasi Khusus (DAK) secara nasional, karena hal itu kewajiban kita untuk melanjutkannya.


"Enggak boleh di utak atik itu Dana Alokasi Khusus. Dana DAK itu sudah berkurang 1,40 triliun.


Ia menambahkan bahwa anggaran tersebut yang harus kita kembalikan, enggak boleh kita hilangkan, dan itu merupakan dana yang di transfer secara langsung.


Tambahnya, kegiatan dan pendapatan anggaran itu harus sudah terukur tidak bisa di utak atik oleh Pemerintah Aceh maupun Banggar yang ada di DPRA, dan itu harus dikembalikan.


Dikatakan Safaruddin, secara total hasil evaluasi Kemendagri ada 1,3 triliun anggaran yang harus dikembalikan sesuai dengan proses penganggaran dan regulasi yang ada.


Ia juga menambahkan bahwa hasil koreksi Kemendagri kemarin itu akan kita coba menyempurnakannya kembali. 


Kemendagri memberikan kita waktu selama 7 hari, seandainya sudah disempurnakan juga masih ada persoalan, serta dipaksakan anggarannya untuk kegiatan tersebut karena sesuatu hal yang urgen maka hal itu akan kita bawa ke anggaran perubahan.


"Bagi kita DPRA tetap berkomitmen yang namanya tidak boleh,  ya tidak boleh, dan itu akan bisa pidana,  ya kita enggak mau dong," tuturnya.


Berbicara soal pokir, sebut Safaruddin hal itu telah diatur dalam regulasi karena kami hadir disini diperjuangkan oleh masyarakat daerah pemilihan kami, dan kami berkewajiban memperjuangkan aspirasi pokok pokok pikiran aspirasi rakyat.


Oleh karena mereka telah memberikan mandat kepada kami untuk menjadi anggota DPRA. Untuk itu bagi kami pokir yang diberikan itu harus punya nilai kesesuaian didasari kewenangan penganggaran yang tepat melalui proses, yakni Musrenbang, RKPA, dan KUA dan PPAS sebagaimana formulasi yang sudah ditetapkan.


"Kesemua proses itu harus kita lalui, tapi kalau juga tidak ya, kita juga tidak mau," pungkas politisi partai Gerindra ini. (dra/jar)

close