-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Persiapan Pembahasan Raqan Cagar Budaya, Dewan Tinjau Sejumlah Situs Bersejarah di Banda Aceh

13 November 2020 | November 13, 2020 WIB | Last Updated 2020-11-13T17:03:02Z

 

Ketua Banleg DPRK Banda Aceh H. Heri Julius, S.Sos, MM, Jumat (13/11/2020) /photo Ist


Habanusantara.net - Banda Aceh – Anggota Badan Legislasi (Banleg) Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh meninjau sejumlah situs cagar budaya di kawasan Kota Banda Aceh sebagai persiapan untuk pembahasan Rancangan Qanun tentang Cagar Budaya, Jumat (13/11/2020).


Adapun sejumlah situs yang ditinjau, yaitu makam Sultan Jamalul Alam Badrul Munir di kawasan Jalan Mohammad Jam Gampong Baru, situs-situs yang berada dalam kawasan pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di Gampong Jawa, serta situs cagar budaya di kawasan Gampong Pande.


Dalam peninjauan ini turun langsung Ketua DPRK Banda Aceh, Farid Nyak Umar; Wakil Ketua I Usman; Ketua Banleg, Heri Julius; Wakil Ketua Banleg, Syarifah Munirah; dan anggota Banleg Aulia Afridzal, Ramza Harli, Aiyub Bukhari, Tati Meutia Asmara, dan Kasumi Sulaiman. Turut didampingi oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Banda Aceh, Saminan.


Ketua Banleg DPRK Banda Aceh, Heri Julius, mengatakan, peninjauan itu dilakukan sebagai persiapan untuk membahas Raqan Kota Banda Aceh tentang Cagar Budaya. Pihaknya turun langsung ke lapangan untuk melihat bagaimana kondisi situs-situs tersebut. Apalagi belakangan juga mulai muncul kontroversi terkait adanya objek bangunan permanen di kawasan situs.


“Ke depan kami upayakan ini bersinergi, artinya pembangunan bisa berjalan, situs pun dapat dijaga, maka kami turun  langsung sebelum dilakukan pembahasan supaya dapat disinergikan dalam qanun cagar budaya  nantinya, dan pembahasan bisa berjalan sesuai yang diharapkan,” ujar Heri Julius, usai meninjau situs cagar budaya di kawasan Gampong Pande.



Heri Julius mengatkan, berdasarkan laporan masyarakat yang diterima pihaknya,  ada banyak situs sejarah yang tersebar di beberapa kecamatan di Banda Aceh yang perlu dilestarikan. Namun, karena keterbatasan waktu, maka hanya empat lokasi yang ditinjau kali ini. Pihaknya juga akan meninjau situs-situs lain pada kesempatan berikutnya.


Pada prinsipnya  kata politisi Nasdem itu, tujuan Raqan Cagar Budaya untuk melindungi dan melestarikan situs–situs yang ada di Banda Aceh. Dipugar dan dipercantik menjadi objek pariwisata baru agar bisa menarik minat wisatawan mancanegara.


“Mungkin ini sebagai gambaran awal, untuk kemudian situs–situs ini bisa dijaga bersama pembangunan pun bisa berjalan sebagaimana mestinya. Kami segenap anggota dewan akan mengupayakan qanun ini rampung akhir tahun 2020,” tutur Heri Julius.



Hal serupa juga disampaikan anggota Banleg Ramza Harli. Ia menyayangkan makam Sultan Jamalul Lail yang notabenenya adalah seorang raja Aceh, letaknya justru berada di belakang rumah warga. Terkait hal ini, pihaknya akan mengajak pemerintah kota dan dinas terkait mengusut kembali mengapa hal ini bisa terjadi.


Begitu juga dengan situs-situs yang ada di lokasi IPAL yang merupakan titik nol Kota Banda Aceh, wilayah ini pusat Kerajaan Aceh Darussalam. Kawasan ini kata Ramza sangat bersejarah karena dari sinilah cikal bakal lahirnya kerajaan Islam lainnya di Aceh.


“Sehingga di DPRK ini terpangil, membuat qanun cagar budaya untuk menyelamatkan dan melestarikan situs–situs sejarah yang sangat berharga untuk Kota Banda Aceh yang mana nantinya situs tersebut bisa dipugar dan bisa mengundang wisatawan mancanegara,” ujarnya.


Pada kesempatan yang sama Syarifah Munirah mengatakan, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah dan pahlawan. Banda Aceh sendiri kata dia merupakan kota sejarah, kota pusaka. Menurutnya di sini Kerajaan Aceh yang pertama berdiri, banyak kejayaan-kejayaan yang bisa dipelajari dari masa lampau, begitu juga ada banyak pahlawan yang terkenal, wafat di bumi Aceh ini.


Maka perlu memelihara dan memugar situs–situs yang ada agar tidak tenggelam oleh pembangunan modern. Menurut politisi PPP itu, menjaga situs-situs itu sebagai aset untuk diwariskan kepada generasi muda yang akan datang. Jika generasi sekarang tidak memelihara dan melestarikannya, bagaimana anak cucu Aceh nanti bisa mengenang kejaannya masa lalu Aceh. 


“Karena itu saya menginginkan dengan melihat situs yang ada ini, bisa memacu semangat generasi muda  dalam berjuang akan semaki tinggi, sehingga Aceh akan jaya kembali seperti di masa yang lalu,” tegas Syarifah Munirah.[]

close