Habanusantara.net, Banda Aceh— Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Aceh, Ir Nova Iriansyah. MT tidak pernah janjikan bantuan Sembako untuk masyarakat Aceh terimbas Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di Malaysia. Yang benar, Pemerintah Aceh rencana mau menyahuti seruan dari Malaysia, namun terhambat dengan regulasinya.
Hal tersebut disampaikan Juru Bicara Pemerintah Aceh, Saifullah Abdulgani kepada awak media di Banda Aceh, Selasa (4/8/2020).
Ia menanggapi Presiden Komunitas Melayu Acheh Malaysia (KMAM), Datuk Haji Mansyur Bin Usman di Malaysia, yang dirilis media online, dan link beritanya dibagikan (share) melalui WhatsAPP Gorup, sejak Minggu (2/8/2020).
Seperti diberitakan, Datuk Haji Mansur menilai Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah tidak besungguh-sungguh menyalurkan bantuan untuk warga Aceh di Malaysia yang terkena imbas Covid-19.
Ia merasa kendalanya bukan izin Pemerintah Pusat karena sudah berbulan-bulan. Masyarakat Aceh di Malaysia kecewa, dan Datuk menduga ada unsur politik di baliknya, tulis media tersebut.
“Penilaian Datuk Haji Mansur sama-sekali tidak berdasar,” sanggah Jubir yang akrab disapa SAG itu, oleh awak media dan kalangan lainnya.
Yang benar, tambahnya, pada 23 April 2020, ada Seruan Bersama Masyarakat Aceh di Malaysia, yang isinya antara lain meminta Pemerintah Aceh untuk mengambil langkah tertentu agar kebutuhan darurat warga Aceh di Malaysia terpenuhi.
Berawal dari seruan itu, Pemerintah Aceh mau menyahuti dengan merencanakan bantuan 10 ribu paket Sembako (RM 50/paket), yang penyalurannya melalui Duta Besar Indonesia, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, kata SAG.
Menindak lanjuti rencana tersebut, Plt Gubernur Aceh Ir Nova Iriansyah, MT meminta bantuan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), selaku Ketua Gugus Tugas Covid-19, dan Menteri Luar Negeri (Menlu) RI untuk menugaskan Duta Besar Indonesia di Malaysia agar berkenan menyalurkan Sembako kepada Masyarakat Aceh di sana.
Akan tetapi, Surat Gubernur Aceh bernomor 440/6682, tanggal 27 April 2020, tentang Mohon Bantuan Penyaluran Masa Darurat untuk Masyarakat Aceh di Malaysia tersebut, belum ada tanggapannya hingga saat ini, baik dari Kepala BNPB maupun dari Menlu RI di Jakarta.
“Kronologisnya begitu, bukan menjanjikan Sembako, melainkan niat baik ingin menyahuti Seruan Bersama Masyarakat Aceh di Malaysia, tapi urung terlaksanakan,” ujar SAG.
Selanjutnya SAG yang juga Juru Bicara Covid-19 Aceh itu mengatakan, Pemerintah Aceh tidak dapat menyalurkan bantuan dana tunai atau non tunai (Sembako) untuk Warga Negara Indonesia (WNI) di Luar Negeri tanpa seizin Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI.
Kewenangan itu sangat jelas diatur dalam UU Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, dan Peraturan Menlu RI Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perlindungan WNI di Luar Negeri, kata SAG menunjuk dasar regulasinya.
Hal yang sama berlaku bagi warga Aceh di negara lain. Masyarakat Aceh tersebar di pelbagai negara, bukan hanya di Malaysia. Bila masyarakat Aceh di Malaysia mendapat bantuan, bantuan tersebut harus adil dan merata bagi seluruh warga Aceh yang tersebar di pelbagai negara, hampir di seluruh dunia.
Pada sisi lain, lanjutnya, pengelolaan uang negara yang notabene juga uang rakyat itu tidak sembarangan. Peraturannya sangat rigit, dan tidak ada pengecualian untuk bantuan kepada masyarakat terdampak Covid-19 di Aceh, maupun di Malaysia. Seandainya Kepala BNPB atau Menlu RI memberi izin pun masih ada banyak persyaratan yang mesti dipenuhi, tutur SAG.
Sekadar menyebut contoh, bantuan sosial diberikan kepada masyarakat miskin/kurang mampu yang mengalami penurunan daya beli akibat pandemi Covid-19. Pertanyaannya, siapa yang berwenang melakukan pendataan dan memvalidasi data penerima bantuan sosial itu supaya tepat sasaran? tanya SAG.
“Penyaluran bantuan sosial dalam bentuk tunai maupun Sembako untuk Masyarakat Aceh di Malaysia tak semudah dibayangkan, tidak cukup hanya punya niat baik saja,” ujar SAG.
Ia menambahkan, jika bantuan sosial disalurkan melalui perorangan atau lembaga tertentu yang tidak memiliki otoritas dan tidak jelas kewenangannya, akuntabilitas bantuan tersebut akan tidak terjamin. Bahkan, mungkin tak dapat dipertanggungjawabkan, selain rawan penyimpangan. Ujung-ujungnya menjadi kasus hukum, dan menambah persoalan baru di tengah pandemi saat ini, tutur SAG.
Selanjutnya SAG mengatakan, Datuk Haji Mansur mungkin tidak memahami akuntabilitas anggaran di negara kita, dan mekanisme bantuan sosial kepada masyarakat. Karena itu ia mengedepankan syak wasangka dan menduga-duga ada unsur politik di balik kendala penyaluran bantuan Sembako tersebut.
Lebih lanjut SAG menegaskan pandemi Covid-19 bukan urusan politik, melainkan masalah kemanusiaan, yang tak boleh semberangan dicampuradukkan dengan unsur politik. Bencana non-alam ini telah memakan korban masyarakat Aceh, dan tak boleh dijadikan mainan politik.
Hingga hari ini (3/8/2020) sudah 433 orang Aceh terinfeksi virus corona, 17 orang meninggal dunia, 322 orang lainnya tengah bertaruh nyawa di bangsal-bangsal rumah sakit, katanya.
Bahkan, Pangdam Iskandar Muda mulai mengerahkan pasukan TNI-AD untuk mempersiapkan tempat isolasi dan ruangan perawatan alternatif bagi korban Covid-19, yang meningkat tajam dua minggu terakhir.
Pasien yang harus diisolasi atau dirawat setiap hari bertambah dan nyaris melampaui ambang batas daya tampung ruang perawatan yang sudah disediakan Pemerintah Aceh, sejak Covid-19 belum tiba di Aceh.
“Masyarakat kita sudah cerdas dan tak mau lagi diprovokasi dengan isu politik murahan yang dicoba hembuskan dari luar Aceh. Apalagi hal itu bertentangan dengan nurani kemanusiaan masyarakat Aceh yang sedang bertaruh nyawa melawan virus corona saat ini,” pungkas SAG. []