Habanusantara.net, Aceh Timur -- Ditengah pandemi COVID-19 yang kian mengancam membuat lapangan kerja semakin sempit. Sementara masyarakat perlu pangan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hampir separuh Provinsi Aceh ditetapkan zona merah, kondisi tersebut membuat masyarakat harus hidup dengan segala keterbatasan. Kabupaten Aceh Timur dan sejumlah kabupaten/kota lain, masih tergolong hijau.
Meskipun demikian, pemerintah setempat terus mengimbau masyarakat untuk tetap mematuhi protokol kesehatan, seperti mengenakan masker, menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Meski aktifitas masyarakat tidak dibatasi, namun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat meminta masyarakatnya tetap mematuhi himbauan dan maklumat pemerintah, termasuk masyarakat yang beraktifitas di laut.
"Aktifitas masyarakat tidak dibatasi, baik berkebun, melaut dan bekerja. Tapi tetap mematuhi protokol kesehatan," ujar H. Husaini, tokoh masyarakat Aceh Timur, Selasa (9/6/2020).
Ditengah pandemi COVID-19, seharusnya nelayan mendapatkan keuntungan yang berlipat, karena berbagai jenis sembako mengalami peningkatan harga. Tetapi justru belakangan nelayan merugi akibat harga ikan mengalami penurunan 2-3 kali lipat. "Hasil tangkapan melimpah, tapi harga ikan jenis tongkol dari Rp 12.000 per kilogram kini menjadi Rp 5.000 per kilogram," ujar H. Husaini.
Merosotnya harga ikan berdampak terhadap upah anak buah lapal (ABK) dari Rp1,5 juta per 10 hari menjadi Rp400 ribu - Rp500 ribu per 10 hari. "Biasanya upah mereka dalam sekali berlayar selama 10 hari mencapai Rp1,5 juta, bahkan Rp2 juta. Jika harga ikan seperti ikan tongkol terus bertahan seperti ini, maka tidak sedikit dari nelayan akan kehilangan pekerjaannya," terang H. Husaini.
Agar harga ikan basah seperti tongkol tetap normal, maka perlu dibangun sejumlah fasilitas pendukung di PPN Idi, seperti Cold Storake, sehingga hasil tangkapan ikan bisa disimpan lebih lama didalam mesin pendingin dan akan dijual disaat masyarakat membutuhkan.
"Saat ini tidak ada mesin pendingin yang mampu menampung ikan dengan kapasitas 1.000 ton. Jika fasilitas ini tersedia, maka ikan yang dibongkar di PPN Idi, bisa kita simpan lebih lama," timpa H. Husaini.
Sementara Bupati Aceh Timur, H. Hasballah HM.Thaib, SH, atau Rocky, mengakui dalam dua bulan terakhir harga ikan tidak normal. Kondisi tersebut kerap disampaikan para nelayan, bahkan pasca lebaran Idul Fitri 1441 hijriyah harga ikan benar-benar tidak stabil.
Rocky mengakui, wabah COVID-19 dianggap ikut mempengaruhi terhadap sektor kelautan dan perikanan. Meskipun hasil tangkapan masih cukup melimpah, namun permintaan justru menurun. Salah satu penyebabnya adalah karena penyerapan ikan oleh industri perikanan berkurang hampir 50 persen dibanding kondisi normal.
"Menyikapi kondisi yang dihadapi nelayan hari ini, kita juga ikut berharap pemerintah pusat membangun sejumlah fasilitas pendukung di PPN Idi, apalagi saat ini pelabuhan kita tergolong salah satu penghasil ikan terbesar di Pulau Sumatera," tutup Rocky. (Agussalem)