Hana Nusantara.net, Banda Aceh – Majelis Permusyiawaratan Ulama Aceh, menerbitkan Taushiyiah Nomor 4 tahun 2020 tentang pelaksanaan ibadah dan kegiatan sosial keagamaan lainnya dalam kondisi darurat. Dalam putusannya, MPU menetapkan tujuh putusan. Salah satu di antaranya adalah, memperbolehkan umat untuk tidak Shalat Jum’at di Masjid dan menggantinya dengan Shalat Dzuhur di rumah.
Taushiyah tersebut diterbitkan oleh MPU Aceh, setelah menggelar Rapat Pimpinan Khusus MPU Aceh, sejak kemarin (Selasa, 30/3). Hal ini disampaikan oleh Kepala Sekretariat MPU Aceh Murni, diruang kerjanya, Selasa (31/3/2020).
“Ada tujuh putusan yang dihasilkan dalam Rapat Pimpinan Khusus MPU Aceh. Di poin kedua putusan itu menyebutkan, bahwa seorang muslim boleh tidak melakukan shalat berjama’ah di masjid-masjid, meunasah atau mushalla dan tidak melaksanakan Shalat Jum’at berjama’ah tetapi menggantinya dengan Shalat Dzuhur di kediaman masing-masing,” ujar Murni.
Berikut ini adalah tujuh poin putusan hasil Rapat Pimpinan Khusus MPU Aceh, yang ditetapkan tanggal 31 Maret 2020.
Pertama, Setiap muslim wajib berikhtiar menjaga dan menjauhkan dirinya dari wabah penyakit menular dengan senantiasa beribadah, berdzikir dan berdo’a serta memperhatikan petunjuk medis.
Kedua, Dalam hal dan keadaan wabah penyakit (Covid-19) dengan potensi menular yang semakin merebak dan meluas secara pasti (Muhaqqaq) dan berdasarkan petunjuk medis serta ketetapan pemerintah, seorang muslim boleh tidak melakukan shalat berjama’ah di masjid-masjid, meunasah atau mushalla dan tidak melaksanakan Shalat Jum’at berjama’ah tetapi menggantinya dengan Shalat Dzuhur di kediaman masing-masing.
Ketiga, Setiap pengurus Masjid, Meunasah dan Mushalla tetap mengumandangkan Azan pada setiap waktu shalat fardhu dengan lafadz yang ma’ruf.
Keempat, Masjid yang melaksanakan shalat berjama’ah dan shalat Jum’at berdasarkan pertimbangan kemaslahatan di tempat itu, wajib memperhatikan prosedur medis dan protokol kesehatan seperti jarak antar jama’ah (physical distancing) dan lain-lain.
Kelima, Masyarakat diminta tidak mengadakan dan melakukan acara-acara keramaian berupa tasyakkuran, kenduri, tahlil dan samadiah, zikir/rateb bersama, dan lain-lain sampai dengan dicabutnya kondisi darurat.
Keenam, Mengingat situasi wabah penyakit yang terus merebak, maka masyarakat diimbau tidak melakukan perjalanan keluar daerah, dan yang berada di perantauan tidak kembali ke Aceh, kecuali karena sangat mendesak dan bersedia di karantina oleh pemerintah.
Ketujuh, Masyarakat diminta untuk mematuhi instruksi dan protokol yang ditetapkan oleh pemerintah dalam menghadapi wabah penyakit (epidemik) Covid-19, termasuk tidak keluar rumah pada waktu pemberlakuan jam malam dan tetap menjaga jarak aman di tempat keramaian (social distancing).
Taushiyah nomor 4 tahun 2020 ini ditandatangani langsung oleh Ketua MPU Aceh Tgk HM Daud Zamzami, serta tiga Wakil Ketua MPU lainnya, yaituTgk H Faisal Ali, Tgk H Muhibbuththabary dan Tgk H Hasbi Albayuni.
Murni berharap, masyarakat menjadikan Taushiyah MPU Aceh ini sebagai pegangan dalam menjalankan ibadah dan kegiatan sosial keagamaan di tengah-tengah masyarakat.
“Mari bersama kita patuhi dan laksanakan hasil putusan ulama-ulama kita ini dalam beribadah dan berkegiatan sosial keagamaan lainnya, di masa mewabahnya Covid-19 ini. Meski di rumah, tetaplah beribadah dengan khusyuk bersama kita hambat dan cegah Covid-19 ini dengan mematuhi imbauan pemerintah. Tetap berperilaku hidup sehat, teruslah berdo’a dan memohon agar Allah menghentikan dan menghilangkan wabah ini,” pungkas Murni.[R]