Pemko Banda Aceh Hentikan Sementara Proyek IPAL Gp Pande
Habanusantara.net- Banda Aceh- Menanggapi rencana Pemerintah Kota Banda Aceh akan melanjutkan kembali pembangunan proyek Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di lokasi adanya penemuan situs sejarah Gampong Pande, dikutip media ini di akun facebook milik Lensa Ulee Balang, Alan All Atjeh, 27 September, 2020, lalu.
Sebagaimana hal dimaksud, dalam suratnya ketua Darud Donya, nomor 31/SP/IX/2020, ditembuskan ke PYM Wali Nanggroe, Gubernur Aceh, Pimpinan DPR Aceh, Pimpinan DPRK Banda Aceh, bahwa gampong Pande merupakan tempat kawasan situs sejarah Islam yang berisikan ratusan situs makam kuno para ulama dan raja - raja, serta para pembesar kerajaan Islam Aceh Darussalam, dan sangat bersejarah bagi Aceh, khususnya kota Banda Aceh, untuk itu sangat perlu dijaga, dan dirawat kelestariannya.
Selanjutnya, ketua Darud Donya, Cut Putri meminta Walikota Banda Aceh untuk menghargai jasa - jasa para indatu Aceh, untuk menghormati persemayaman terakhir mereka, para ulama, umara, Aceh Darussalam, serta para pahlawan mulia penyebar Islam di Asia Tenggara.
Ketua Badan legislatif (Banleg) DPRK Banda Aceh, H Heri Julius, S.Sos, MM, mengatakan saat ini pihaknya di DPRK Banda Aceh, tengah melakukan tahapan penyelesaian pembahasan qanun cagar budaya.
"Qanun cagar budaya itu merupakan qanun inisiatif DPRK Banda Aceh," ujarnya.
Sedangkan terkait itu, Pemko juga telah menghentikan sementara pembangunan IPAL tersebut," jelasnya, Jumat (9/10/2020) malam, usai melaksanakan pengajian rutin di kediamannya, Gp Jeulingke, kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh.
Heri Julius mengatakan pihaknya di DPRK Banda Aceh, tengah berupaya semampu dan semaksimal mungkin agar qanun tersebut dapat disahkan di tahun 2020 ini.
"Kita berupaya semampu dan semaksimal mungkin qanun tersebut dapat disahkan pada tahun ini," paparnya.
Menurutnya, dengan adanya qanun cagar budaya tersebut nantinya, secara otomatis situs - situs cagar budaya terlindungi, karena sudah adanya payung hukum, dan sudah terpagar," terangnya.
"Kalau sudah ada payung hukum setiap pembangunan yang akan dilakukan dapat bersinergi dengan situs situs sejarah yang ada, sehingga tidak saling bertabrakan antaran pembangunan dan situs situs sejarah," jelasnya.
Artinya, tambah Heri, kalau,lah ada pembangunan yang melintas di wilayah yang ada situs - situs sejarah tidak bisa lagi untuk dilakukan pembangunannya," jelas Heri.
Namun solusinya, situs-situs itu bisa terlindungi, pembangunan dapat berjalan. Oleh karena saat ini belum adanya payung hukum hingga kesannya pemerintah main hantam kromo.
Oleh karena itu kita berupaya semaksimal mungkin di DPRK Banda Aceh, untuk segera melakukan pembahasan qanun tersebut agar tidak terjadi benturan - benturan di masyarakat.
"Kita di DPRK terus berupaya semaksimal mungkin bekerja secara ekstra agar dapat melahirkan qanun cagar budaya tersebut," tandasnya.
Heri Julius menyebutkan Insya Allah, pertengahan Oktober tahun ini, akan meninjau kembali kelapangan dengan mengundang sejumlah stakeholder terkait, tokoh tokoh agama , masyarakat, sejarah , adat dan seluruh komponen masyarakat yang terlibat.
Terutama di wilayah yang lagi boming bomingnya dimasyarakat terkait situs - situs sejarah yang ada, seperti di wilayah Gampong Pande, dan Pelanggahan.
Tujuannya adalah agar mereka bisa menelaah kebenarannya, setelah itu baru kita bisa menyimpulkan untuk kemudian kita buat RPP dengan berbagai lembaga, dan pada saat itu juga kita baru melakukan pembahasan.
"Kawan - kawan di parlemen, kemarin juga sepakat agar qanun cagar budaya tersebut dapat kita sahkan ditahun ini. 'Dan mudah - mudahan qanun ini bisa terselesaikan, mengingat waktu sudah sangat singkat karena menjelang akhir tahun," tuturnya.
Terakhir Heri Julius, mengatakan meskipun melihat dengan kondisi seperti yang sekarang ini, DPRK Banda Aceh sudah menyelesaikan 13 qanun wajib, 6 diantara qanun dari pemerintah kota Banda Aceh. (adv)